Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pemikiran Bapa-Bapa Gereja Tentang Khotbah

Pemikiran Bapa-Bapa Gereja Tentang Khotbah

Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau, 1Tim 4:16

Kata khotbah dalam kamus besar bahasa Indonesia di artikan sebagai (pidato terutama yang menguraikan tentang ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama). Sedangkan di dalam Webster’s New English Dictionary, istilah untuk khotbah memiliki pengertian sebagai “menganjurkan secara mendalam, bersungguh-sungguh atau membicarakan salah-benar tentang jalan moralitas. Adapun dari perpektif teologis istilah khotbah dalam bahasa Yunani menurut Barclay M. Newman adalah homelia yang artinya “talk converse” percakapan sedangkan menurut William Evans mengatakan bahwa “istilah Homelia berasal dari kata Yunani Homelia yang berarti “suatu percakapan ataupun ceramah” para pengkhotbah pada masa jemaat mula-mula biasanya menyampaikan ceramahnya kepada orang banyak dengan istilah “percakapan”. Sedangkan dalam bahasa Latin sermo yang artinya pidato ataupun percakapan. 

Untuk asal-usul yang lebih dalam dari kata ini adalah kata Latin serere yang artinya menghubungkan Bersama. Dalam khotbah menghubungkan Bersama empat wibawa atau sumber iman Kristen, yaitu alkitab, pengalaman, tradisi teologis dan manusia itu sendiri. Dan yang paling hakiki adalah alkitab karena menjadi sumber pemberitaan khotbah itu sendiri, sehingga apa yang disampaikan bukanlah pemikiran subjektif sang pengkhotbah tetapi murni firman Tuhan dengan kata lain dari alkitab kembali kepada alkitab. 

Menurut Fred B.Craddock “Khotbah merupakan aktifitas yang rumit karena berkhotbah mencakup seluruh tubuh, pikiran dan roh manusia itu sendiri serta pesan-pesan yang terkandung di dalam khotbah tersebut. Berkhotbah merupakan bagian menggambarkan sesuatu dan menyampaikan sesuatu. Berkhotbah mencakup aspek kehidupan pribadi pengkhotbah misalnya, tahap-tahap persiapan khotbah hingga penyampaiannya tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah peranan Allah yang membentuknya menjadi firman yang hidup dalam setiap insan manusia. 

Selain itu Philip Brooks di dalam bukunya Berkhotbah dan Mengajar dapat memberikan sumbangsih tentang berkhotbah dengan berpendapat bahwa “ khotbah adalah penyampaian kebenaran oleh manusia kepada manusia dan khotbah juga merupakan suatu cara menyampaikan kabar baik kepada banyak orang dan ini adalah satu cara yang dipilih oleh Allah untuk dipergunakan dalam gereja mula-mula dan gereja-gereja masa kini yang dengan tujuan utama yaitu untuk memberitakan namaNya, menginjili serta mengajar umatNya tentang karya-karyaNya yang sudah ia lakukan bagi umatNya. 

Makna lain dari  apa yang disampaikan oleh Brooks bahwa khotbah adalah penyampaian manusia kepada manusia tentang Allah dan karya Yesus di salib yang merelakan diri untuk mati bagi setiap orang yang beriman kepadaNya dan karya Roh Kudus berperan menolong, menghibur serta menguatkan umatNya di dalam berperang melawan dosa dan dunia setiap harinya dan inilah tugas besar gereja (bukan gedung). 

P.H Pouw juga memberikan defenisinya tentang khotbah di dalam bukunya Homelitik Ilmu Berkhotbah bahwa “Khotbah adalah suatu pembicaraan yang menerangkan jalan keselamatan manusia melalui Yesus Kristus. Hal ini dilakukan oleh mulut manusia supaya menjadi kesaksian bagi manusia yang lain. Khotbah juga merupakan firman Allah yang diterima, dirasakan dan dilakukan oleh diri sendiri kemudian diutarakan dengan tegas dan nyata supaya menjadi kesaksian dan jalan keselamatan bagi rang lain yaitu mengkhotbahkan tentang Kristus”. 

Pouw menitik beratkan defenisinya pada sang pengkhotbah bahwa ia harus mengalami dahulu firman Allah itu, barulah diterangkan kepada jemaat tentang jalan keselamatan manusia oleh karya Allah untuk itu hal ini hendaknya menjadi topik utama dalam setiap khothbah dengan tujuan agar para pendengar menyadari dan menginsafi dirinya akan dosa serta bertekat untuk meninggalkan dosanya (bertobat).

Sedangkan menurut Dietrich Ritschl di dalam bukunya Teologi Pemberitaan Firman Allah berpendapat bahwa “Khotbah dapat diartikan sebagai usaha untuk mengangkat jemaat dari dosa dan kekurangan beriman ketinggian yang membebaskan manusia, yaitu pengetahuan tentang Kristus dengan mendorong mereka agar bersedia percaya dan diselamatkan. Khotbah juga bisa diartikan sebagai tugas membawa kemuliaan kebenaran ilahi turun ke dalam kemerosotan dan kesengsaraan keadaan manusia”. 

Dari apa yang disampaikan oleh Rischl kita bisa melihat bahwa ia menitik beratkan defenisinya pada khotbah yang adalah salah satu usaha untuk membawa keluar manusia dari dosa dan mendorong mereka agar percaya kepada Allah dan meninggalkan akan dosa-dosa mereka dan akan diselamatkan olehNya, untuk itu khotbah harus selalu berpusat pada karya kematian Kristus di salib. Untuk itu J.I Parker di dalam bukunya yang berjudul Authority in Preaching berpendapat bahwa “khotbah adalah cara dimana Tuhan menyampaikan pesanNya berupa ajaran serta pengarahanNya yang akan mempengaruhi kehidupan manusia dalam kaitannya dengan Kristus yang telah menyelamatkan mereka dari kutuk dosa berdasarkan firmanNya di dalam kitab suci. Dari defenisi di atas kita bisa melihat bahwa Parker menitik beratkan defenisinya bahwa khotbah adalah salah satu cara dimana Tuhan ingin menyampaikan pesanNya berupa ajaran-ajaran, kehendakNya serta kerinduan terbesar hatiNya yaitu semua manusia menerimaNya sebagai Tuhan dan juruselamat dala hidup mereka. Selain pemikiran di atas beberapa orang yang dikenal sebagai Bapa-Bapa gereja juga turut mengemukakan buah pikirannya tentang khotbah diantaranya,

Origenes

Yang biasa dikenal dengan Origenes Adamantius lahir di Alekxandria sekitar tahun 185 dan meninggal pada tahun 254 M. Ia berasal dari keluarga Kristen yang saleh, ayahnya merupakan seorang tokoh gereja yang terkenal dan yang dihukum mati oleh Septimus Severus. Origenes merupakan seorang pemikir dan teolog Kristen awal yang banyak menulis beberapa buku seperti Hermeneutika, Eksegesis Biblical, Teologi Filosofis dan Homiletika. 

Untuk Homiletika menurut Origenes ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan tentang dan menjelaskan arti, isi, maksud dan tujuan firman Tuhan. Pada zaman Origenes inilah dicari cara atau metode-metode untuk menjelaskan akan arti, isi dan tujuan firman Tuhan. Dialah yang mempelopori metode menerangkan dan metode mengkhotbahkan firman Tuhan secara somatic, psikis dan pneumatis. Somatis merupakan menerangkan firman Tuhan sesuai dengan tujuan, maksud dan arti yang tertulis (literal). Pengertian secara harfiah itulah firman Tuhan (Mat 5:39). Psikis berarti mencari pengertian lain dan lebih luas dari apa yang tertulis dalam nats (Mat 4:42). 

Psikis berasal dari akar kata psuhe yang berarti jiwa, dalam hal ini sang pengkhotbah harus mengusahakan keterangan khotbah yang lebih luas dan mendalam sehingga menyentuh akan jiwa para pendengarnya. Pneumatis (roh) artinya jauh lebih luas dari pada arti psikis. Dari sinilah timbul arti pengajaran dan pengertian Origenes dengan metode alegori atau kiasan, yaitu mengatakan yang lain dari pada yang diucapkan. Allos artinya lain dan lego yang berarti mengatakan. Dalam setiap pendapat pasti ada kekurangan begitu juga dengan pendapat Origenes, bahaya dari pendapat ini adalah nats akan begitu bebas digunakan dan ditafsirkan. 

Agustinus

Agustinus dilahirkan pada tahun 354 M di Municium dan meninggal pada tahun 430 M di Numida, ayahnya Patrisius adalah seorang Pagan dan ibunya Monika adalah seorang Kristen yang salah. Ia adalah teolog Kristen awal yang tulisannya mempengaruhi perkembangan Kristen Barat dan filsafat Barat, selain itu ia juga adalah seorang uskup dari Hippo. Untuk khotbah ia menjelaskan bahwa : khotbah harus mengandung unsur docere (mengajar), delectere (menyenangkan hati), flectere (menggerakkan hati). Menurutnya docere bersifat pengajaran, delectere berarti percakapan yang penuh arti dan flectere berarti yang menimbulkan rasa cinta, keinginan, kerinduan aka nisi percakapan. Dengan menjelaskan unsur-unsur yang tercakup dalam khotbah di atas, Agustinus merumuskan tujuan khotbah dalam bahasa Latin sebagai berikut:

- Pateat; supaya kebenaran semakin luas diketahui

- Placeat; supaya kebenaran diterima dengan sangat gembira

- Moveat; supaya kebenaran semakin menggerakkan orang

Agustinus di dalam khotbahnya tidak memakai ilmu retorika (berpidato) tetapi ia malah memilih sermo homilis (khotbah yang bersifat rendah hati, homily sama dengan sederhana atau khotbah dalam bahasa yang sederhana). Khotbah yang sangat provan ikut hidup dalam pendengarnya, mendidik pendengarnya supaya tetap waspada terhadap ajaran sesat serta mengingatkan umat beriman akan arti hidup baru di dalam Kristus dan karyaNya bagi kita. 

Dalam salah satu bukunya yang berjudul “Kateketika”, bentuk dan isi khotbah Agustinus kebanyakan bercorak katekis membina anak-anak muda dan orang-orang dewasa Kristen untuk bertumbuh dalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen yang pada umumnya ia berikan secara sistematis. Moveat harus ada di dalam khotbah supaya jangan cuma menjadi obat telinga, membuat orang geli, tertawa tetapi seusai kebaktian obat telinga itu lenyap. Salah satu tantangan hari ini jika sang pengkhotbah tidak sanggup membuat jemaat untuk tertawa terbahak-bahak maka khotbah dianggap kurang capable atau kurang menarik, hehe. 

Johanes Chrysostomus

Johanes Chrysostomus atau yang dikenal dengan Golden Mouthes dilahirkan di Antiokhia pada tahun 349 dan meninggal pada tahun 407 di Pontus, ibunya Anthusa adalah seorang penyembah berhala sedangkan ayahnya merupakan seorang perwira yang berpangkat tinggi. Ia merupakan salah seorang bapa gereja awal yang produktif dalam menulis dan ia banyak menulis tentang Homili.

Chrysostomus adalah seorang pengkhotbah ulung yang tidak mengenal Lelah dalam pekerjaannya itu (dikenal dengan si mulut emas), sehingga ada yang berkata “adalah lebih baik Konstantin lenyap daripada Johanes Chrysostomus berhenti berkhotbah”. Menurutnya seseorang yang mempelajari teologi tujuannya hanya satu yaitu mengkhotbahkan firman Tuhan tidak ada yang lain (penekanan ditambahkan). Menurutnya menafsirkan firman Tuhan sama dengan berkhotbah. Khotbah menurut Chrysostomus selain mengandung aspek Pendidikan juga harusnya membangun roh jemaat (1 Kor 3:10; 1 Kor 14:26) kata yang dipakai oikodome artinya membangun. Istilah “oikodome”  dalam (1 Kor 3:9; 14:3,5,12,26; 2 KoR 5:1; 10:8; 12:19; 13:10) menunjukkan segala aktifitas jemaat yang membangun iman “tukang” untuk pembangunan jemaat Tuhan. Karenanya setiap pendengar dituntut agar turut aktif berpartisipasi dalam pembangun jemaat. Khotbah adalah pembawa suara dan panggilan Yesus kepada setiap umatNya untuk mengenalNya lebih dalam lagi. Khotbah Chrysostomus kebanyakan berisi tafsiran-tafsiran alkitab dengan aplikasinya yang homiletis. Tugas khotbah bagi Chrysostomus merupakan tugas pengembalaan. Memandang pengembalaan sebagai pemberitaan firman Allah atau berkhotbah yang mana baginya kedua hal ini tidak dapat dipisahkan. 

Memang pekerjaan berkhotbah pada masa itu berbeda dengan sekarang, pada masa Chrysostomus belum ada bangunan gereja yang permanen. Gereja permanen baru berdiri pada abad ke IV oleh Constantinus Agung yang menjadikan pembangunan gereja sebagai program kekristenan. Nama gereja yang dibangun ialah Hagia Sophia dan barulah pada akhir abad ke IV kecenderungan berkhotbah mulai dilakukan di gedung-gedung (kita mengenalnya gereja).


Referensi

H. Berkhof, Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009)

Kenneth Curtis, 100 Peristiwa Penting Dalam Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007)

Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000)

Jasef Kardinal Tomko, Pedoman Untuk Katekese (Yogyakarta, Kanisius, 2004)

Albertus Sujoko, Identitas Yesus dan Sejarah Manusia (Yogyakarta, Kanisius, 2009)

Robert M. Grant, Sejarah Singkat Penafsiran Alkitab (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2000)

Harun Hadiwijono, Sejarah Filsafat Barat I (Yogyakarta, Kanisius, 2006)

J.I Parker, Authority Preaching (London: Inter Varsity, 1999)

P.H Pouw, Homeletik Ilmu Berkhotbah (Bandung, Kalam Hidup 2013)

Dietrich Ritschl, Teologi Pemberitaan Firman Allah: Mengapa Kita Harus Berkhotbah (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1990)

Jonar Situmorang, Alkitab dan Theologi (Jogjakarta, Andi, 2016)

Robinson Haddon, The Art and Craft of Biblical Preaching (Grand Rapids: Zondervan, 2009)

Fred B. Craddock, Preaching (Nashville, Abingdon Press, 1985)

W. Ernest Pretty, Berkhotbah dan Mengajar (Malang, Gandum Mas)

W. J. S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (Jakarta, Balai Pustaka, 1976)

NN, Webesters’s New English Dictionary- Compact Edition

William Evans, Homelitika (Bandung, Kalam Kudus, 1999)

Barclay M. Newman, A Conside Greek – English Dictionary Of The New Testament (London, United Bible Societies, 1971)


Posting Komentar untuk "Pemikiran Bapa-Bapa Gereja Tentang Khotbah "