Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Tokoh Misionaris Kristen Dunia; John Sung

Kisah Tokoh Misionaris Kristen Dunia; John Sung

John Sung lahir di desa kecil Hongchek, propinsi Fujian, di Tiongkok Tenggara, pada tanggal 27 September 1901. la anak laki-laki keenam dari seorang pendeta gereja Methodis. Waktu masih dalam kandungan, John Sung telah diserahkan kepada Tuhan untuk melayani-Nya dan setelah ia lahir diberi nama Yu Un, yang berarti kasih karunia Allah, la mempunyai kepala yang agak besar, dan kulitnya hitam.

Tetapi Yu Un mempunyai kecerdasan yang mengagumkan. Ayah Yu Un adalah seorang yang lekas marah dan sifat ini diwarisi kepada anaknya. ketika Yu Un bertambah besar hal ini sering menjadi masalah antara dia dengan ayahnya. Tetapi ayahnya mengetahui tentang rahasia pengampunan. Karena itu keluarga Yu Un merupakan suatu keluarga yang bahagia.

Tahun 1907 keluarga ini pindah ke kota Hinghwa, di mana ayahnya diangkat menjadi wakil kepala Sekolah Alkitab Metodis. Suatu sore ketika Yu Un pulang dari sekolah, dia sangat terkejut menjumpai orang tuanya sedang menangisi kakak perempuannya yang baru saja meninggal dunia. Sesudah pemakaman Yu Un bertanya kepada ayahnya: “Ke manakah anak-anak pergi sesudah mati?” “Kepada Tuhan Yesus,” jawab ayahnya. Tetapi pada pikiran Yu Un yang masih kecil itu seolah-olah itulah hari kiamat. Lama sekali ia menjadi takut akan kematian.

Peristiwa Yang Tidak Dapat Dilupakan

Pada tahun 1909 Yu Un hadir dalam kebaktian Jumat Agung dan dia tidak dapat melupakan apa yang dikhotbahkan saat itu. Kejadian di taman Getsemani, pengkhianatan Yudas, sifat pengecut Petrus dan murid-murid lain serta kesengsaraan Tuhan Yesus dilukiskan secara jelas. Perkataan pengkhotbah menikam setiap hati jemaat seperti anak panah yang tajam, ketika ia menyamakan para hadirin seperti Petrus dan Yudas.

Hati jemaat sungguh hancur dan mereka menangis karena dosa-dosa mereka, termasuk juga Yu Un yang pada saat itu berusia delapan tahun. Roh Kudus bekerja di hatinya, kehidupannya diubah dengan ditandai akan kasih yang besar kepada Tuhan. Sejak itu ia memiliki kerinduan untuk selalu berdoa.

Pagi-pagi benar, sebelum matahari terbit, Pendeta Sung mempunyai kebiasaan untuk berdoa dengan mendaki bukit di sebelah rumahnya. Tak lama kemudian pintu rumah dibuka sekali lagi, dan Yu Un keluar menyusul ayahnya untuk berdoa bersama. Mencari hadirat Tuhan pada dini hari menjadi rahasia antara ayah dan Yu Un. Di situ Yu Un belajar bagaimana berdoa dari ayahnya.

Pada suatu hari ayah Yu Un pulang dari suatu perjalanan yang cukup jauh. Ketika tiba di rumah ia langsung jatuh sakit parah, dan kelihatannya sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh. “Jangan menangis saja”, seru ibunya, “pergilah untuk mendoakan ayahmu. Tuhan mendengar doa.” Yu Un dengan rasa takut dan sunyi berlutut seorang diri di salah satu sudut rumah untuk berdoa kepada Bapa di Surga. Apa yang terjadi? Tuhan menjawab doanya! Dalam waktu singkat ayahnya sembuh, dan penyakit itu tidak pernah kembali. Kejadian ini merupakan pengalaman pertama dalam hidup Yu Un bahwa Tuhan menjawab doanya.

Tahun 1913-1919 Yu Un membantu ayahnya dalam pelayanan di gereja. Kalau ayahnya berhalangan dia yang menggantikannya, sampai-sampai waktu masih duduk di sekolah lanjutan ia mendapat sebutan “si pendeta cilik”. Tetapi ayah Yu Un waktu itu menganggap puteranya tidak cocok untuk menjadi pendeta, karena Yu Un masih tetap sulit untuk menggendalikan emosinya yang sering meluap-luap.

Allah Punya Rencana Dalam Hidup John Sung

Yu Un kemudian dikirim ke kota Foochow untuk mengikuti ujian masuk ke sekolah angkatan Laut. Rupanya Tuhan mempunyai rencana tersendiri mengenai masa depannya. Waktu ia harus berangkat untuk berjalan kaki selama dua hari ke kota Foochow, ia jatuh sakit. Kakinya bengkak sekali sehingga keluarganya tidak mengijinkan dia pergi. Tetapi Yu Un tetap memaksa untuk pergi dan akhirnya ia sampai juga ke kota Foochow.

Ketika ia tiba di kota Foochow, keadaan tubuhnya sudah terlalu lemah sehingga ia gagal dalam ujian. Tuhan seperti menutup pintu untuk dia masuk ke angkatan laut. Dengan hati yang telah direndahkan oleh Tuhan, Yu Un kembali ke kotanya dan belajar lagi dengan rajin. Ia menjadi editor surat kabar mingguan sekolahnya dan juga membantu redaksi majalah “Kebangunan Rohani” yang diasuh ayahnya. Pada suatu hari Yu Un berkata kepada ayahnya: “Ayah, saya ingin pergi belajar ke Amerika.”

Ayahnya menjadi marah sekali, karena ia tidak mempunyai uang untuk membayar studi ke luar negeri. Selama seminggu Yu Un berdoa agar Tuhan membuka jalan baginya. Pada suatu hari datang surat dari Beijing yang menawarkan dengan cuma-cuma untuk belajar di Universitas Wesley di Ohio, dimana makan dan tempat tinggal juga ditanggung. Yu Un kembali mendekati ayahnya.

“Dan ongkos perjalanan ke Amerika dari mana?” tanya ayahnya singkat. Yu Un berdoa lagi dan doanya dikabulkan. Uang mengalir dari murid-murid ayahnya untuk membeli tiket kapal ke Amerka. Melihat bagaimana Tuhan menjawab doa anaknya, Pendeta Sung memberi ijin dengan setengah hati kepada Yu Un untuk pergi.

Penderitaan Dan Keberhasilan Di Amerika

Yu Un berangkat tanggal 2 Maret 1920. Di antara teman-temannya yang berangkat ke Amerika hanya dia yang memeluk agama Kristen. Yu Un sedih melihat tingkah laku kawan-kawan yang tidak baik.

Ketika Yu Un mendaftar dan masuk universitas Wesley, ternyata beasiswa yang di terimanya hanya cukup untuk membayar kuliahnya. Janji untuk mendapat makanan dan tempat tinggal dengan cuma-cuma ternyata tidak dipenuhi. Dengan hanya memiliki uang enam dollar di dalam sakunya, ia mulai bekerja keras di samping belajar.

Empat tahun pertama di Amerika ia harus melawan kemiskinan dan kesehatannya juga memburuk. Makanannya sangat sederhana sekali. Meskipun pergumulannya begitu berat, ia tetap berdoa dan Tuhan tidak pernah mengecewakannya. jurusan yang dimasukinya mempunyai pokok mata pelajaran ilmu alam, ilmu pasti dan ilmu kimia. Yu Un mempunyai otak yang cerdas dan ia dapat memusatkan pikiran kepada pelajarannya dengan cara yang sangat baik. la sangat dihargai oleh guru-guru dan teman-temannya karena bakatnya yang istimewa itu.

Peperangan Rohani

Pada suatu hari Yu Un bermimpi. Di dalam mimpinya itu ia melihat dirinya kembali ke Hinghwa dan berada di puncak bukit di mana dulu ia sering berdoa bersama ayahnya. Ketika berada di puncak bukit itu hatinya senang sekali dan dia memandang ke sekeliling dengan perasaan yang penuh dengan sukacita.

Tiba-tiba, dari sungai yang ada di bawah bukit, ia mendengar sebuah teriakan dan ketika dia melihat ke bawah, ada seorang yang sedang berada dalam keadaan bahaya. Dengan cepat ia berlari menuruni bukit untuk menyelamatkan orang yang hanyut itu. Ketika ia sedang berusaha untuk menyelamatkan orang itu, ternyata arus sungai yang sangat kuat menyebabkan dirinya juga berada dalam keadaan bahaya. Tiba-tiba ia melihat sebuah salib diturunkan ke dalam sungai itu.

Kemudian dengan kakinya yang berdiri dan tangannya berpegang kuat-kuat pada salib, ia mulai menyelamatkan orang itu yang ternyata bukan hanya satu orang tetapi banyak, begitu banyaknya, hingga tidak terbilang jumlahnya. Akhirnya mimpinya itu berganti di mana ia berada di antara orang banyak yang bergembira di Sorga.

Orang banyak berterimakasih dan sambil mengambil tangannya, mereka berpegang tangan bersyukur dan bernyanyi memuji Allah. Tahun kuliah terakhir merupakan beban yang cukup berat bagi Yu Un. Sebagian besar waktunya dipakai untuk belajar sehingga waktu untuk membaca Alkitab dan berdoa menjadi berkurang. Akibatnya kerohanian Yu Un mulai kendor, ia mulai sombong, tidak sabar, dan mulai berdusta.

Tahun 1923 Yu Un lulus dari Universitas dengan nilai yang baik sekali. Dia dianugerahi medali emas dan hadiah uang tunai untuk ilmu alam dan kimia. Dengan umur dua puluh tiga tahun Yu Un meraih gelar doktor. Tetapi segala nilai-nilai gemilang yang ia peroleh, membawanya jauh dari Tuhan. Tidak ada damai lagi di dalam hatinya. Pada suatu malam, waktu ia sedang duduk menikmati suasana malam, ia terkenang akan kampung halamannya.

Saat itu seolah-olah suara Tuhan berkata kepadanya: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” Keesokan harinya seorang pendeta berkata kepadanya: “Apakah Saudara tahu, bahwa Saudara tidak mempunyai tampang ahli ilmu alam! Saudara lebih mirip seorang pendeta.” Pendeta itu menawarkan pada Yu Un untuk masuk Union Theological Seminary, sebuah Sekolah Tinggi Theologia.

Yu Un menyetujuinya dan ia mulai masuk sekolah tersebut. Tetapi di sana Yu Un juga tidak merasa bahagia. la diajar untuk mempelajari Alkitab dengan memakai akal budi manusia. Pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib dan kebangkitanNya tidak berarti lagi untuk dia.

Suatu hari ia dipermalukan oleh seorang gadis yang berumur lima belas tahun. Ketika gadis ini membaca Alkitab di kebaktian dan memimpin doa, Yu Un menjadi sadar akan hadirat Allah. Ia menyadari kesombongannya dan dengan bulat hati kembali kepada Tuhan. Gadis yang masih muda dan belum mempunyai pcndidikan setinggi Yu Un ternyata dipakai Tuhan untuk menyadarkan dia.

Mulai saat itu Yu Un mengganti namanya dengan John menurut nama Yohanes Pembaptis. la ingin menyiapkan jalan untuk Tuhan.

Rumah Sakit Jiwa Menjadi “Sekolah Alkitab”

Kemudian Tuhan mengijinkan Yu Un masuk ke dalam “Sekolah Alkitab” yang belum pernah dipikirkannya. Tekanan yang terlalu berat selama ia belajar di Amerika menyebabkan Yu Un jatuh sakit. Ia dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Untuk Yu Un yang memegang gelar doctor, hal itu merupakan penghinaan besar. Tetapi Tuhan berbicara dalam hatinya: “Jika engkau mampu menanggung cobaan ini selama 193 hari, engkau akan belajar bagaimana menanggung salib dan menempuh jalan ketaatan.”

Selama di rumah sakit John Sung dipisahkan dari orang gila dan diberi satu kamar tersendiri. Di situ ia boleh beristirahat berbulan-bulan tanpa harus kuatir mengenai ongkos makan minum atau sesuatu lainnya. Ia dapat menyelesaikan pembacaan Alkitab sebanyak empat puluh kali dari halaman pertama sampai halaman terakhir.

Setelah genap waktu yang Tuhan janjikan, ia dilepaskan dari rumah sakit jiwa. John Sung mulai mengarahkan pikirannya ke Tiongkok dan lebih mendoakan negerinya.

Hidup Yang Siap Dipakai Allah

Pada tanggal 4 Oktober 1927 John Sung kembali berlayar ke Shanghai setelah tujuh setengah tahun meninggalkan negaranya. Setelah kapal mulai mendekati kota Shanghai, John Sung teringat kembali akan mimpinya ketika menyelamatkan orang banyak di sungai. Dia menyadari bahwa semua ijazah dan tanda penghargaan yang dia miliki sangat penting baginya tetapi juga dapat membuat dia tidak setia akan janjinya kepada Tuhan.

Karena dengan semuanya itu dia bisa mendapatkan pekerjaan yang baik sekali dan mempunyai kedudukan yang tinggi, tetapi sebelum kapal memasuki pelabuhan kola Shanghai, John Sung mengeluarkan ijazah-ijazahnya, medali emas dan penghargaan lain dari dalam kopornya lalu melemparkannya ke dalam laut, kecuali ijazah doctornya. Ijazah ini akan diperlihatkan kepada ayahnya sebagai bukti dari segala usahanya selama di Amerika dan juga untuk menyenangkan hatinya. la membuang itu semua supaya Iblis tidak dapat mencobainya lagi untuk mau menjadi orang yang terhormat.

la ingin melayani Tuhan dengan hati yang tulus ikhlas. Di Shanghai John Sung turun dari kapal kemudian melanjutkan perjalanan ke Hinghwa, dengan memakai pakaian yang sederhana.

Betapa senang John Sung waktu disambut oleh keluarganya. Ibunya membuat pesta penyambutan untuknya. Mereka saling bercerita melepas rindu. Kemudian ayahnya mengharapkan anaknya mau menerima suatu kedudukan dalam universitas pemerintah dan turut membantu dalam pendidikan adik-adiknya. Tetapi John Sung tidak mundur, la berkata kepada ayahnya: “Ayah, aku telah mengabdikan hidupku untuk mengabarkan Injil.”

Keluarganya terkejut, semuanya menangis, kecewa. John Sung mengerti hati mereka. Beberapa bulan ia tinggal di rumah orangtuanya dan menolong mereka dalam tugas sehari-hari. Setelah mereka melihat hidupnya yang sungguh-sungguh di hadapan Tuhan mereka akhirnya mendukung keputusannya menjadi pemberita Injil.

Mulailah hari-hari John Sung diisi dengan kesibukan melayani Tuhan ke mana-mana. Dia dipakai Tuhan secara luar biasa. Ada banyak orang yang bertobat dan menerima Tuhan Yesus setiap kali dia berkhotbah. Setelah menikah, mereka dikaruniai 5 orang anak. Tetapi John Sung sering meninggalkan mereka karena harus berjalan jauh untuk memberitakan Injil.

Perjalanan Misi Yang Jauh

Tahun 1930 John Sung mulai berjalan dalam pimpinan Allah ke seluruh negeri Tiongkok. Tidak sedikit kesulitan yang dia alami, tetapi kuasa Allah selalu menyertai dia. Tahun 1931-32 dia mengelilingi Tiongkok Selatan. Di mana-mana dia mengadakan kebangunan rohani, dan melaluinya Tuhan menyembuhkan banyak orang sakit.

Tahun 1932-1933 John Sung pergi ke Tiongkok Utara. Dalam mengabarkan Injil di Utara ini, rombongan juga melayani di Beijing. kebangunan rohani terjadi di mana-mana, John Sung menjadi tokoh nasional yang terkenal dalam dunia kekristenan di Tiongkok.

Pada tahun 1934 ayah John Sung meninggal dunia. Pada waktu itu John Sung jauh dari kampung halamannya dan tidak tahu apa-apa tentang kematian ayahnya. Tetapi dalam mimpi ia melihat ayahnya berdiri di sampingnya sambil berkata kepadanya: “Anakku, aku telah pergi ke sorga; tetapi masih ada tujuh tahun lagi bagimu untuk bekerja dengan semangat untuk Tuhan.”

Tahun 1935 John Sung melayani di Filipina, kemudian di Singapura. Tahun berikutnya ia pergi ke Taiwan dan mengunjungi Serawak, Muangthai dan Vietnam. Pada waktu itu kesehatannya sudah mulai berkurang karena penyakit TBC, pinggul dan jantung yang lemah. Meskipun demikian ia tidak menyayangi dirinya. Kesakitan ternyata tidak dapat menghentikan dia untuk melayani Tuhan.

Jika benar penglihatan yang dilihat oleh John Sung pada waktu ayahnya meninggal, hanya tinggal dua tahun lagi dia mempunyai kesempatan untuk bekerja di ladang Tuhan. Dan masih ada daerah yang sangat luas di Lautan Teduh yang belum dikunjunginya, yaitu Indonesia.

Akhirnya Dr. Sung terbang dari Singapura ke pulau Jawa, dan ia tiba di Surabaya dalam bulan Januari 1939. Ini adalah kunjungannya yang pertama di Indonesia. Di situ ia mengadakan dua puluh satu pertemuan dalam satu minggu saja. Berarti orang Kristen di Surabaya harus berkumpul tiga kali sehari. Apakah mereka bersedia menutup toko mereka dan pergi mempelajari Alkitab? Heran! Orang Tionghoa datang berbondong-bondong. Banyak di antara mereka disembuhkan, banyak lagi mau pergi dan membawa Injil kepada orang yang belum mengenal Tuhan Yesus.

Juga di kota-kota lain di Jawa, di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Maluku dan di pulau-pulau Sunda kecil Jon Sung dipakai Allah secara luar biasa sehingga banyak orang bertobat. Hasil dari pelayannya banyak terbentuk team-team penginjilan khususnya di pulau Jawa.

Pada tanggal 16 Juli John Sung menerima kabar bahwa anak laki satu-satunya yang bernama Yosia meninggal di Shanghai. Ini merupakan satu pukulan yang sangat berat baginya. Tetapi John Sung sudah mengenal Tuhan begitu baik dalam hidupnya. la tidak marah kepada Tuhan karena dia tahu itu merupakan yang terbaik dari Tuhan untuknya.

Sekali lagi pada tahun itu, yaitu bulan Agustus, John Sung kembali ke Surabaya sebagaimana dijanjikannya. la ingin sekali lagi mengajar team-team penginjilan. Tetapi penyakit John Sung berjalan terus. Kekuatan semakin berkurang dari bulan ke bulan.

Akhir Hidup John Sung

Akhirnya John Sung berkumpul lagi dengan istri dan keempat anak perempuannya. la terus mengajar keluarganya untuk belajar Alkitab. Waktu tujuh tahun yang dikatakan kepadanya dalam mimpi sudah genap. la tidak punya alasan untuk menyesal karena ia sudah memberitakan Injil dengan seluruh kekuatannya dalam setiap menit dari waktunya.

Dalam tahun 1944 penyakitnya semakin parah dan dia dibawah ke rumah sakit Beijing. Pada tgl 16 Agustus, pagi hari John Sung merasa payah, ia mengatakan kepada istrinya bahwa ia akan mati. Tetapi ia tetap merasakan damai dan sukacita dari Tuhan. Kata-kata terakhir pada istrinya ialah: “Jangan takut, Tuhan Yesus ada di depan pintu. Apa yang harus ditakutkan?”

Pada tanggal 18 Agustus jam 07.07 pagi John Sung pulang ke rumah Bapa. Kematian John Sung tidak berarti pelayanannya juga berhenti sampai di situ. Kabar kesukaan yang sudah disampaikannya bagi banyak orang di banyak negara membawa hasil gemilang sampai sekarang ini. Di tempat dan negara yang dikunjunginya ada buah yang ia tinggalkan, yaitu banyak gereja yang disegarkan atau dibentuk. Banyak dari gereja-gereja tersebut yang masih tetap berlangsung sampai hari ini.

Disadur dari : Jerusalem To Irian Jaya By Ruth Tucker dan https://petrusfsmisi.wordpress.com/2007/10/17/john-sung/#comment-16

Posting Komentar untuk "Kisah Tokoh Misionaris Kristen Dunia; John Sung"