Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

11 Cerita Rohani Kristen

 

cerita rohani kristen

Di dalam kehidupan Kristen terdapat banyak cara, sarana yang dipakai Allah untuk menolong seseorang bertumbuh. Ia belajar tentang Allah melalui Kitab Suci yang sudah diwahyukan dan berkomunikasi denganNya di dalam doa. Tidak hanya itu, ia juga belajar dari orang-orang biasa yang dipakai dan yang hidupnya diubahkan oleh Allah. Untuk itu kehidupan Kristen adalah kehidupan yang belajar dan senang diajar. Salah satunya belajar mengenal Allah dan memperkokoh iman melalui kehidupan orang-orang yang telah diubahkan olehNya. Kisah-kisah di bawah ini juga dapat anda gunakan untuk ilustrasi khotbah dan cerita-cerita sekolah minggu, yang mana tentunya anda perlu sedikit bekerja keras - lagi untuk memperinci ceritanya agar mudah dipahami. Berikut cerita-cerita rohani, cek cek cek.

Berawal Dari Sikap Skeptis

Gordon Liddy, seorang ajudan gedung pada masa jabatan Nixon, adalah murid dari filsuf Jerman, Nietzhe. Nietzhe mengajarkan bahwa kehendak manusialah yang paling penting, bukan kehendak Tuhan. Sebagai seorang manusia dengan kemauan baja, Liddy tidak merasa membutuhkan Tuhan.

Setelah menjalani hukuman penjara empat tahun karena peran sertanya dalam skandal Watergate, Liddy memperharui persahabatannya dengan beberapa mantan kolega FBI, yang memintanya untuk bergabung dalam studi Alkitab mereka. Ia bersedia dengan satu syarat; “tolong jangan berusaha membuatkan menjadi Kristen.” Tentu saja, hal-hal itu tidak berjalan seperti yang diharapkan oleh Liddy. Ia bersedia membaca alkitab sebagai sebuah dokumen sejarah, namun sikap sahabat-sahabatnya terhadap alkitab membuatnya mencermati alkitab lebih jauh.

Ia mulai berpikir tentang Tuhan. Jika Tuhan tak terbatas dan kita terbatas, pikirnya, bagaimana kita dapat memahami Dia? Liddy berpikir, Tuhan harus berkomunikasi denganku. Lalu ia menyadari, alkitab adalah komunikasi Tuhan. Masih saja ia membantah, kita tidak akan pernah layak di hadapan Tuhan. Dan sekali lagi ia disambar petir; Tuhan mengirimkan PutraNya untuk membuat kita layak (oleh penyaliban dan kebangkitanNya), dan agar berlangsung dialog yang terus-menerus antara Tuhan dan manusia. Liddy tiba-tiba merasakan kebutuhan akan dan ia menerima Kristus.

Tidak Ada Yang Lebih Berharga Selain Allah

Jenny Lind yang dikenal sebagai “burung Nightingale Swedia” meraih sukses di seluruh dunia sebagai penyanyi opera yang berbakat. Ia bernyanyi bagi para kepala negara dan mempesonakan ratusan ribu manusia di zaman pertunjukkan yang hidup.

Bukan saja ketenarannya tumbuh, melainkan juga kekayaannya. Namun, di puncak karirnya, ketika suaranya memuncak, ia meninggalkan panggung dan tidak pernah kembali. Pasti ia kehilangan ketenaran, uang dan sambutan ribuan penggemarnya – namun Jenny Lind mencukupkan dirinya untuk hidup menyendiri bersama suaminya.

Suatu kali seorang teman berkebangsaan Inggris mengunjunginya. Ia menemukan Lind bersujud di pantai dengan sebuah alkitab. Ketika ia mendekatinya, ia melihat perhatian Lind terpaku pada matahari terbenam yang indah. Mereka lalu membicarakan kenangan-kenangan lama dan mantan kenalan-kenalan dan akhirnya percakapannya beralih kepada kehidupannya yang baru. “kok kamu meninggalkan panggung padahal karirmu sedang memuncak-memuncaknya?”

Jenny lalu memberikan memberikan jawaban yang mencerminkan akan kedamaian batinnya; jika setiap harinya, saya semakin tidak memikirkan ini (sambil menunjuk kepada alkitabnya) dan sama sekali tidak memikirkan itu (sambil menunjuk kepada matahari terbenam), apalagi yang dapat kuperbuat?.

Jenny Lind memprioritaskan hubungan pengenalannya akan Allah melebihi apapun yang dapat ia capai dalam hidupnya. Ia meninggalkan karirnya (dalam artian apa yang menjadi pencarian kebanyakan orang) untuk menata dunia batinnya.

Kisah Penulis Himne Edward Mote

Penulis himne abad ke-18, Edward Mote tidak tahu bahwa ia membutuhkan Allah hingga ia berusia enam belas tahun. Dilatih oleh seorang pembuat lemari, ia lalu pergi bersama tuannya untuk mendengarkan seorang pengkhotbah besar dan langsung diubah imannya melalui khotbah itu. mulai hari itu, ia menjadi umat Allah, namun dibutuhkan 55 tahun untuk menyadari salah satu impiannya; membangun gereja bagi jemaat Baptis setempat.

Sebagai rasa terima kasih kepadanya karena telah menjadi kuasa pendorong yang tepat di balik bangunan-bangunan yang baru itu, warga disana menawarkan hak milik atas bangunan itu, tetapi ditolaknya. Yang ia inginkan hanyalah mimbarnya, untuk mengkhotbahkan tentang Yesus Kristus, “ kalau saya berhenti melakukannya” katanya kepada mereka “singkirkan saya!”

Dari 100 himne lebih yang ditulisnya, Mote mungkin paling dikenal karena “the solid rock”. Ia terinspirasi akan lirik ini pada suatu pagi ketika sedang bersiap-siap kerja dan sebelum hari itu berakhir, ia sudah menyelesaikan empat baris lirik pertamanya. Hari sabat berikutnya ia mengunjungi seorang jemaat yang sedang mendekati ajal dan menyanyikan himne itu kepadanya. Jemaatnya itu terhibur olehnya dan suaminya meminta Mote untuk memberikan salinan himne tersebut. Mote memberinya setelah menambahkan dua baris lirik lagi.

Terkesan oleh betapa berartinya nyanyian itu bagi pasangan itu, Mote mencetak seribu lembar dan mendistribusikannya. Hari ini, himne itu menjadi salah satu himne yang paling digemari di gereja.

Pengharapanku di bangun di atas

Yang tidak kurang

Dari darah dan kebenaran Yesus;

Aku tidak berani mengandalkan kerangka

Dasar yang paling manispun,

Melainkan, sepenuhnya aku bersandar pada nama Yesus.

Di atas Kristus, sang batu karang, aku berdiri –

Tanah yang lainnya hanya lumpur pasir,

Tanah yang lainnya hanya lumpur pasir.

Kekuatan Doa

Selama lima puluh tahun, suster Agnes dan nyonya Baker telah berdoa bagi bangsa Latvia agar dibebaskan dari penindasan Soviet. Yang pertama, mereka berdoa bagi kebebasan beribadah di gereja Methodis di Leipaja. Ketika rezim Soviet yang berkuasa, musuh mengambil alih gereja dan mengubah tempat yang kudus itu menjadi tempat olahraga.

Doa-doa mereka terjawab pada tahun 1991, ketika penindasan tersebut berakhir. Bangsa Soviet pergi dan bangsa yang kecil itupun bebas. Namun, bangs aitu perlu dibangun kembali dan suster Agnes dan nyonya Baker bertekad untuk membantu.

Pertama, kedua wanita itu yang sekarang sudah lebih dari 80 tahun usianya, berbicara kepada seorang pendeta setempat. Mereka mengatakan bahwa jika ia mau menjadi pendeta mereka, mereka mau menjadi jemaatnya yang pertama, lalu sebuah gereja dilahirkan kembali.

Berikutnya mereka harus mendapatkan kembali kepemilikan dari gedung gereja tersebut. Setelah hal itu terlaksana mereka mulai menyiapkan gereja itu untuk pelayanan-pelayanan ibadah. Salah seorang anggota gereja mengecat kembali dinding-dinding yang tingginya 25 kaki itu. selama berminggu-minggu ia naik steger dan mencat dinding-dindingnya serta langit-langitnya. Jendela-jendela dengan gaya Palladian yang tinggi dibersihkan menjadi terang bercahaya, dan lantai kayunya diperbaiki sehingga berkilap kembali.

Karena pencatatan yang baik oleh para anggota gereja, tempat duduk jemaat yang dulu ternyata di simpan di luar negeri lalu dikembalikan dan disiapkan bagi para jemaat. Suster Agnes telah menyimpan organ pompanya di rumahnya jadi iapun mengembalikannya ke tempat kudus itu. Ketika ia tidak sedang memimpin koor, ia memainkan organ itu dengan begitu antusias.

Allah telah memperlihatkan kesetiaanNya. Lenin telah meramalkan bahwa umat kristiani akan mati dalam satu generasi. Setelah para nenek meninggal, katanya tidak akan ada lagi umat kristiani yang tersisa. Namun ia tidak kenal dengan suster Agnes dan nyonya Baker dan Allah yang mereka kasihi.

Doa amat berkuasa, kita hanya perlu tenaga dan energi untuk menunggu dengan sabar jawaban-jawaban doa kita dari Allah.

 Kisah Thomas Benton

26 Februari 1844 adalah salah satu tanggal yang paling memalukan dalam sejarah Angkatan laut Amerika Serikat. Kapal perang yang paling ampuh saat itu, Princeton, sedang membawa presiden Amerika Serikat, Sekretaris Negara dan Angkatan laut, anggota-anggota kongres serta pejabat-pejabat pemerintah lainnya di Potomac.

Untuk menghibur para tamu, Meriam besar Princeton, yaitu Peacemaker, ditembakkan. Pada tembakan yang kedua, Meriam tersebut meledak dan menewaskan Sekretaris Angkatan Laut dan beberapa orang lainnya.

Persis sebelum Meriam itu ditembakkan, senator Thomas Benton dari Missiouri berdiri di dekatnya. Seseorang teman memengang bahunya. Benton pergi untuk berbicara dengannya dan membuat Benton jengkel, Sekretaris Angkatan Laut, Gilmore, menempati tempatnya berdiri tadi. Persis pada saat itulah meriamnya ditembakkan dan Gilmore tewas.

Saat-saat menentukan itu sangat-sangat menentukan Benton. Ia adalah seorang pemarah dan suka bertengkar dan baru-baru ini telah bertengkar keras dengan Daniel Webster. Namun setelah luput dari kematian di Princeton, Benton berdamai dengan Webster. Katanya kepada Webster, “tampaknya, Pak Webester seolah-olah sentuhan di bahu saya tempo hari adalah tangan yang MahaKuasa yang diulurkan ke bawah sana untuk menarik saya dari apa yang akan menjadi kematian seketika. Keadaan itulah yang mengubah cara berpikir dan kehidupan saya sekarang. Saya merasa menjadi orang yang berbeda dan pertama-tama saya ingin berdamai dengan semua orang dengan siapa saya begitu kasar selama ini.

Allah memakai situasi dan kejadian ini untuk menyelamatkan seorang yang dikasihNya.

Kisah Antonia Cassese

Di tengah-tengah kekerasan, terror ataupun perang, mungkinkah kita menemukan sebuah pulau kedamaian? Kemanakah seorang harus pergi untuk merasakan ketentraman. Sebuah tempat yang tak seorangpun menyangka akan mendapatkan kedamaian adalah pengadilan Yugoslav War Crime Tribunal, yang diadakan di the Hague. Pasti kepala pengadilan itu membutuhkan cara untuk melepaskan diri untuk dari kisah-kisah mengerikan yang sampai ke mejanya menyangkut Bosnia.

Bagaimanakah Antonia Cassese melupakan akan bayang-bayang mengerikan dari ketidakmanusiawian manusia? Dengan mengunjungi Mauritshuis Museum di pusat kota dan mengisi pikirannya dengan lukisan-lukisan indah karya Johannes Vermeer.

Apanya sih dari karya Vermeer itu yang menginspirasi Cassese? Katanya, kedamaian serta ketentraman lukisan-lukisan itu. kedamaian dan ketentraman? Boro-boro Vermeer merasakan akan kedamaian dan ketentraman! Ia tinggal di Eropa pada zaman yang penuh kekacauan serta konflik. Selama 42 tahun hidupnya, Inggris tiga kali berperang dengan United Provinces of Netherlands (Belanda), negara asal Vermeer. Vermeer juga memiliki banyak anak, banyak hutang, dan menderita kebangkrutan yang memalukan. Mana mungkin lukisan-lukisannya menyiratkan kedamaian?

Ketika terjadi suatu krisis politik beberapa tahun sebelumnya, seorang pemuda dan beberapa rekannya membiarkan diri mereka dikuasai oleh kecemasan karena situasi di negara asal mereka. Seorang sejarawan dari Inggris berbicara dengan kelompok ini dan mengingatkan mereka akan kisah Yesus yang menenangka air laut (Mat 8:23-27). “tampaknya”, kata sang sejarawan, ketika berada di tengah-tengah badai, janganlah membiarkan keributannya merusak anda. Yang perlu anda lakukan adalah menjangkau kedamaian yang ada di dalam hati anda dan membiarkannya memancar keluar.

Vermeer menjangkau akan kedamaian yang ada di dalam hatinya dan membaginya dengan orang lain melalui lukisan-lukisannya. Cassese menerima kedamaian yang sama itu dari lukisan-lukisannya bertahun-tahun kemudian.

Kedamaian dalam hati kita memiliki nama yang penuh kuasa yaitu Yesus Kristus.

Kisah Taavi

Berbaris dengan pasukannya dalam Red Army, Taavi telah mengambil keputusan, apa yang akan dikatakannya. Para pejabat menghampirinya, dan mengintrogasi setiap serdadu dengan pertanyaan yang sama; apakah kamu umat Kristiani? “bukan” terdengar jawabannya. Lalu kepada yang berikutnya; apakah kamu umat Kristiani? “bukan” demikian jawabannya.

Para pemuda yang mengikuti wajib militer itu berdiri dengan penuh perhatian, matanya menatap lurus ke depan. Para penanya semakin dekat dengan pemuda keturunan Estonia yang berusia 18 tahun itu yang telah direkrut menjadi angora Red Army selama penjajaha Soviet atas negaranya.

Taavi sudah lama menjadi umat Kristiani. Walaupun hanya orang-orang yang lebih tua yang diperbolehkan pergi ke gereja di negaranya tapi nenek Taavi telah membagikan imannya kepada cucunya itu. ia telah menerima Tuhan sebagai juruselamatnya dan walaupun ia tidak diperbolehkan ke gereja, neneknya mengajarkan kepadanya apa yang ia pelajari setiap minggu.

Para penanya itu semakin dekat. Taavi tidak meragukan jawaban apa yang akan diberikannya. Ia telah mengambil keputusan bertahun-tahun sebelumnya, namun ia tetap gugup. Ketika para petugas itu sampai dihadapannya, mereka bertanya, apakah kamu umat Kristiani? Tanpa salah tingkah, Taavi menjawab dengan suara yang jelas, “Ya”. Kalau begitu ikut kami, perintah petugas-petugas komandan itu.

Taavi langsung mengikuti mereka. Mereka naik sebuah kendaraan dan pergi ke gedung tempat dapur dan ruang makan. Taavi tidak tahu apa yang akan terjadi, namun ia menaati perintah-perintahnya. Lalu para petugas itu berkata kepadanya, “kamu kami keluarkan dari pasukan tempur. Kamu kan umat Kristiani dan tidak akan mencuri, maka kami tempatkan kamu di dapur. Dapur adalah operasi pasar gelap terbesar Red Army, dengan penyelundupan serta penjualan makana illegal kepada serdadu-serdadu yang kelaparan. Mereka tahu bahwa Taavi akan mengurangi pencurian.

Sebuah tindakan kejujuran yang kecil berdampak luas dalam seluruh kehidupan.

Kisah Blondin

Di abad 19 pelintas tali, Blondin akan melaksanakan pertunjukkannya yang paling berani. Ia merentangkan kabel baja dua inci melintasi air terjun Niagara. Ketika ia melakukannya, banyak orang berkerumun menontonnya. Ia bertanya kepada para penonton itu, “berapa banyakkah dari anda yang percaya bahwa saya dapat menggendong seorang pria di Pundak saya menyebrangi air terjun ini?”

Kerumunan orang banyak yang semakin banyak jumlahnya itu bersorak-bersorak, percaya bahwa Blondin dapat melakukannya. Blondin lalu memanggul sekarung pasir seberat kira-kira 180 pon dan menyeberangi air terjun itu. Ia tiba di seberang dengan selamat.

Lalu Blondin bertanya “ berapa banyakkah dari anda yang percaya bahwa saya benar-benar dapat menggendong seorang menyeberangi air terjun ini?” kembali, kerumunan banyak orang itu bersorak.

Siapakah dari anda yang mau naik di Pundak saya dan membiarkan saya menggendong anda menyeberangi air terjun ini? Semua orang terdiam. Semua orang ingin melihat Blondin menggendong seseorang menyeberangi air terjun itu, namun tak seorangpun mau merisikokan nyawannya ke dalam tangan Blondin.

Akhirnya, seorang sukarelawan maju untuk berpartisipasi dalam aksi yang menantang maut itu. siapakah dia? Ternyata manajer Blondin yang telah mengenalnya secara pribadi selama bertahun-tahun. Ketika mereka bersiap-siap menyeberangi air terjun itu, Blondin menyuruh manajernya dengan berkata “jangan percaya pada perasaanmu; percayalah pada perasaanku. Kamu akan merasa ingin berbalik padahal kita tidak perlu berbalik. Dan jika kamu mempercayai perasaanmu, kita berdua akan jatuh. Kamu harus menjadi bagian dari diriku. Keduanya menyeberangi air terjun itu dengan selamat.

Jangan terlalu percaya diri dengan perasaan kita tetapi percayakanlah diri dan perasaan kita kepada Yesus.

Perjalanan Rohani N. B Vandall

Pemberita injil sekaligus penyanyi, N. B Vandall duduk diam di rumahnya sambil membaca surat kabar, ketika salah seorang puteranya masuk ke dalam rumah sambil berseru, “Paul terluka” ia ditabrak mobil dan terseret d jalanan, tubuhnya berlumuran darah dan seorang datang dan membawanya pergi.

Vandall lalu menemukan puteranya di sebuah rumah sakit di dekat sana dengan luka-luka parah di kepalanya, geger otak dan beberapa tulangnya patah. Sang ahli bedah tidak tahu apakah nyawanya akan selamat. Ayah yang sangat kalut itu hanya dapat berdoa, sementara sang dokter membersihkan dan menjahit luka-luka di kepala Paul dan merawat tulang-tulangnya yang patah. Yang selebihnya adalah berpulang kepada Allah.

Setelah pulang untuk menceritakan hal itu kepada keluarganya, Vandall kembali ke ruang keluarganya dan bersujud dengan seruan dengan segenap hatinya, “Ya Allah” hampir seketika itu juga Vandall mendengar suara Allah di dalam hatinya, mengatakan kepadanya bahwa apapun yang terjadi sekarang ini, semua air mata akan dihapuskan dan dukacita akan hilang dalam kesudahannya. Vandal pergi ke pianonya dan dalam beberapa menit selesai mengubah sebuah himne yang berjudul, After.

Sesudah bekerja berat dan penat sepanjang hari,

Sesudah kesusahanku berlalu,

Sesudah dukacitaku diambil,

Akhirnya aku akan melihat Yesus.

Ia akan menantikanku-

Yesus yang sedemikian murah hati dan tulus;

Di atas tahta-Nya yang indah,

Ia akan menyambut aku pulang-

Sesudah hari ini berlalu”.

Paul pulih hampir sempurna dan iman ayahnya kepada Allah tetap kuat dan teguh, rasa syukurnya tak terkira.

Kisah George Matheson

Himne yang berjudul “O Love That Will Not Let Me Go”, ditulis oleh pendeta Skotlandia, George Matheson yang buta. Sementara ia tidak akan pernah mengungkapkan apa yang memicu lirik-lirik yang indah itu, secara luas dispekulasikan bahwa pernikahan saudara perempuannya mengingatkannya akan suatu peristiwa yang memilukan. Persis sebelum ia menikah dengan kekasihnya semasa kuliah, kekasihnya diberitahu tentang kebutaaan yang akan dideritanya. Katanya, kekasihnya itu mengatakan kepadanya, “aku tidak mau menjadi istri seorang penghotbah yang buta” Matheson menceritakannya begini;

Himne saya digubah… pada malam saudara perempuan saya menikah… sesuatu terjadi pada saya, yang hanya seorang yang tahu, dan apa yang menyebabkan penderitaan mental yang paling parah. Himne ini adalah karya tercepat yang pernah yang saya gubah dalam hidup saya. Saya merasa seolah-olah himne ini didiktekan kepada saya oleh semacam suara batin ketimbang menggubahnya sendiri.

Setelah mengalami penolakan dari kekasih duniawi, Matheson menulis tentang seorang kekasih surgawi yang kasihnya kekal dan setia; inilah himnenya

Ya kekasih yang tak pernah melepaskanku,

Jiwaku yang letih ku serahkan kepadaMu;

Kuberikan kembali hutang nyawaku kepadaMu,

Agar di dalam kedalaman samuderaMu

Ia akan mengalir dengan lebih berlimpah, lebih penuh.

Ya terang yang selalu menerangi jalanku,

Pelitaku yang hampir padam ku serahkan kepadaMu;

Hatiku memulihkan sinarnya yang Kaupinjamkan,

Agar di dalam sinar matahariMu

Ia akan lebih terang, lebih indah.

Kasih surgawi adalah kasih yang kekal, ia menerima setiap orang apa adanya.

Kisah Kakek Tua

Di sebuah desa yang jauh di Swiss, berdirilah sebuah gereja yang indah yang dikenal dengan nama Mountain Valley Cathedral. Gereja itu bukan saja indah dipandang, dengan pilar-pilarnya yang tinggi serta jendela-jendelanya yang bergravirnya yang besar, melainkan juga dilengkapi dengan organ pipah yang paling luar biasa di seluruh wilayah tersebut. Orang-orang berdatangan dari tempat-tempat yang bermil-mil jauhnya – bahkan dari gereja-gereja yang jauh untuk mendengarkan nada-nada yang indah dari organ ini.

Suatu hari, timbul masalah. kolom-kolomnya masih berdiri, jendela-jendelanya masih berkilau tertimpa sinar matahari, namun lembah tersebut diselimuti oleh kesunyian yang menyeramkan. Daerah itu tidak lagi bergema dengan music organ pipah yang anggun itu.

Musisi dan para ahli dari seluruh dunia berusaha untuk memperbaiki alat music itu. setiap kali seseorang berusaha untuk memperbaikinya, warga desa itu sengsara mendengar suara yang tidak harmonis, yang tampaknya menjadi polusi udara.

Suatu hari seorang pria tua muncul di pintu gereja itu. ia berbicara kepada penjaga gereja itu, dan setelah beberapa lama, sang penjaga gereja itu setuju dan membiarkan orang tua itu mencoba memperbaiki organ tersebut. Selama dua hari orang tua itu bekerja dalam keadaan hampir hening total. Sang penjaga gereja mulai cemas.

Lalu pada hari ketiga, persis tengah hari, lembah itu sekali lagi penuh dengan music yang anggun. Para petani menjatuhkan alat bajaknya, para pedagang menutup tokonya, semua orang dikota itu menghentikan apapun yang sedang mereka kerjakan dan menuju Cathedral itu. Bahkan semak belukar dan pepohonan di puncak gunung itupun tampaknya memberikan respons terhadap music anggun yang menggema di lembah itu.

Setelah pria tua itu bermain, seseorang berani menanyakan kepadanya bagaimana ia bisa memulihkan alat music yang luar biasa itu padahal ahli-ahli di dunia tidak bisa. Sang orang tua itu hanya mengatakan “sayalah yang membuat organ ini 50 tahun yang lalu” saya menciptakannya dan berhasil memulihkannya. Allah yang menciptakan kita, Ia juga yang akan memulihkan kehidupan kita setiap harinya.

 

Referensi Pendukung

1.    Buku, Menikmati Mahatari Terbenam Bersama Allah, Gospel Press, 2001

2.    Buku, Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat Untuk Semua Orang, Gospel Press, 2002

Posting Komentar untuk "11 Cerita Rohani Kristen "