Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Doktrin Jaminan Keselamatan Kristen


Doktrin Jaminan Keselamatan Kristen

Salah satu pokok ajaran agama-agama yang ada di dunia adalah Keselamatan (Soteriologi). Masing-masing agama memiliki konsep dan pemikiraan serta keyakinan tersendiri tentang jalan keselamatan. Ada yang menyakini bahwa keselamatan akan diperoleh dengan perbuatan baik, dengan slogan yang selalu dikumandangkan “ayo tabur kebaikan” dll, perlu diingat bahwa semua itu perlu dihormati. 

Lantas bagaimana dengan ajaran Kristen? Akankah manusia dengan percaya diri, berdiri di hadapan Allah dan bersaksi tentang semua kebaikan yang dilakukannya selama ada di dunia? Dalam hal ini Yesaya menulis “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor; kami sekalian menjadi layu seperti daun dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan oleh angin (Yes 64:6). 

Semua perbuatan baik kita seperti kain kotor, tidak ada artinya dan itu sampah. Lalu bagaimana ajaran kekristenan tentang keselamatan? Keselamatan kita adalah murni pekerjaan, pemberian Allah melalui anakNya Yesus Kristus. Paulus memberi tahu kita tentang gambaran (tabiat) kita sesungguhnya dengan berkata “seperti ada tertulis: "Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu,  bibir mereka mengandung bisa.  Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah.  Keruntuhan dan kebinasaan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu. " Tetapi kita tahu, bahwa segala sesuatu yang tercantum dalam Kitab Taurat ditujukan kepada mereka yang hidup di bawah hukum Taurat, supaya tersumbat setiap mulut dan seluruh dunia jatuh ke bawah hukuman Allah.  Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa (Rm 3:10-19). Inilah keberadaan kita sesungguhnya. Buah-buah kebaikan yang kita taburkan kepada sesama merupakan dorongan dari hati dan pikiran yang telah diubahkan oleh Kristus dan karya keselamatan yang sudah Ia kerjakan di salib bagi kita. 

 Dalam Perjanjian Lama

Dalam Perjanjian Lama, Yasha (verb) dengan varian bentuk kata Yeshua, Yesha, Yoshua “meluaskan (tempat, keadaan), bebas dari tekanan, melepaskan atau membebaskan. Kata di atas merupakan lawan kata dari tsarar “melipat, bungkus, menghalangi, memeras dan menekan”. Kata ini dalam Perjanjian Lama menggambarkan pengalaman keselamatan yang sesungguhnya, misalnya pembebasan seseorang dari perbudakan, pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir, pelepasan dari tangan musuh. Gaal (verb) yang berarti “menebus, membeli kembali”. Bagian ini mengandung pengertian “adanya harga yang harus di bayar”. Kata ini banyak digunakan dalam kitab tulisan nabi-nabi dan Mazmur yang nanti akan saya uraikan dengan mengutip tulisan Jonar Situmorang . Berikut beberapa kata yang berhubungan dengan “keselamatan” dalam tulisan nabi-nabi dan kitab Mazmur; 

Pertama, teshuah yang berarti; aman, stabil (Inggris; safety, security) yang juga bisa berarti ease (Inggris) kelegaan sejahtera, tenang, bebas dan tidak terikat. Kata ini disebut sebanyak 64 kali. 

Kejadian 49:18 “keselamatan”

Keluaran 14:13 “keselamatan”

Keluaran 15:2 “keselamatan”

Ulangan 32:15 “keselamatan”

1 Samuel 2:1 “pertolongan”

1 Tawarikh 16:23 “keselamatan”

2 Tawarikh 20:17 “memberikan kemenangan”

Ayub 13:16 “menyelamatkan”

Mazmur 3:8; 9:15; 13:5; 14:7 “ seluruhnya sebanyak 34 kali, keselamatan, pertolongan dan penyelamatan”

Yesaya 12:2 “keselamatan 

Kedua, yesha yang sam dengan kata kerja, give,safety dan ease yang dipakai sebanyak 13 kali. 

2 Samuel 22:3 “menyelamatkan”

2 Samuel 18:36; 22:36 “kesemalatan”

1 Tawarikh 16:35 “selamatkan”

Mazmur 18:36 “keselamatan”

Yesaya 17:10 “menyelamatkan”

Yesaya 45:8; 51:5 “keselamatan”

Mikha 7:7 “menyelamatkan”

Habakuk 3:13,18 “menyelamatkan”

Menyelamatkan, keselamatan, penyelamat, dalam bahasa inggris Salvation, yang mana kata ini mengandung arti “lepas dari mara bahaya lalu mendapatkan keamanan dan stabilitas”. Yesha secara harfiah berarti “lebar, luas, leluasa atau lawan dari keadaan yang sempit maupun sedang tertindas. Dalam pandangan ini keselamatan diartikan sebagai keadaan kelepasan atau kebebasan dari segala sesuatu yang mengikat, menindas atau membatasi. 

Ketiga, moshaoth dalam bahasa Inggris (safety, deliverance, dalam Mazmur 68:20 “keselamatan” menyatakan lepas dari maut sebab kuasa dan kelimpahan Tuhan dalam melaksanakan segala penyelamatan sehingga dalam segala hal dapat diselamatkan. 

Keempat, teshuah yang berarti “safety, ease. Kata ini digunakan sebanyak 17 kali.

1 Samuel 11:13 “keselamatan”

1 Samuel 19:5 “kemenangan”

2 Tawarikh 6:41 “keselamatan”

Mazmur 37:39 “diselamatkan”

Mazmur 38:23 “keselamatan”

Mazmur 40:11,17 “keselamatan”

Yesaya 45:17 “diselamatkan”

Yesaya 46:13 “keselamatan”

Yeremia 3:23 “keselamatan”

Ratapan 3:26 “pertolongan”

Dalam bahasa inggris semua kata ini memakai kata “salvation” yang mengandung arti pertolongan sehingga diselamatkan. 

(Bagian ini di sadur dari Bukunya Jonar Situmorang yang berjudul “Soteriologi Doktrin Keselamatan; Pengajaran Tentang Karya Allah Dalam Keselamatan”)

Dalam perjanjian Baru 

Kata “Keselamatan” dalam Perjanjian Baru berasal dari bahasa Yunani yaitu sozo yang berarti “menyelamatkan, membebaskan, mengawetkan, melestarikan serta menyembuhkan” dalam kaitannya dengan manusia berarti “menyembuhkan dari kematian atau mempertahankan hidup”.

Dalam Efesus 2:8-9 dikatakan “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. dari sudut pandang Allah, keselamatan meliputi segenap karya dalam membawa manusia keluar dari hukuman menuju pembenaran, dari kematian ke kehidupan yang kekal serta dari musuh diangkat menjadi anak. Sedangkan dari sudut pandang manusia keselamatan mencakup segala berkat yang berada di dalam Kristus yang mana bisa diperoleh dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan yang akan datang. Beberapa kata bahasa Yunani yang mendefenisikan keselamatan yaitu;

Pertama, Soteria. Kata ini ditulis sebanyak 39 kali dalam Perjanjian Baru. Soteria berarti “penyelamatan, pemeliharaan, dan pembebasan dari penindasan atau juga bisa berarti penganiayaan dari musuh-musuh. Dalam bahasa Inggris menggunakan kata “safety, soundness yang berarti “tanpa ada cela sama sekali, sehat, setia, perkasa dan benar. Atau juga bisa berarti salvation, deliverance yang berarti hal-hal yang menyelamatkan atau keselamatan. 

Beberapa ayat alkitab yang menyebutkan kata ini (soteria) yaitu; Luk 1:69,77; 19:19; Yoh 4:22; KPR 4:12; 13:26;47; 16:17; Rm 1:16; 10:10; 2 Kor 1:6; Fil 1:19; Ib 1:14; dll.  Arti dari kata ini sendiri menyatakan anugerah supaya orang-orang yang sedang mengalami penderitaan mendapatkan keselamatan juga dapat berhubungan dengan Tuhan secara normal. 

Kedua, soterian. Dalam bahasa Inggris “safety, soundness” yang berarti menyelamatkan orang yang bertugas menyelamatkan. Pemakaian kata ini dapat ditemukan dalam Tit 2:11; Luk 2:30, 3:6; KPR 28:28 dan Ef 6:17. Kata ini mengandung oknuminasi yang dapat dilihat, dapat dipakai/digunakan menyatakan Kristus adalah keselamatan, dalam Kristus kita diselamatkan. 

Ketiga, soteria. Merupakan kata benda yang berarti; juruselamat, pembebas, pemeliharaan, seperti yang diungkapkan berikut ini “dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku (Luk 1:47).

Kata soteria, soterion dan soter berasal dari kata kerja “sodzo” dengan arti yang lebih luas yaitu;

- Dapat berarti menyelamatkan dari penderitaan sakit penyakit atau memulihkan kondisi kesehatan (Mat 9:22; Mark 5:34; Luk 7:50). Dalam hal ini istilah sodzo juga mencakup penyembuhan secara spiritual. 

- Dapat juga berarti memelihara, melindungi dari bahaya kebinasaan atau bahaya-bahaya kehancuran (Mat 24:22; Mrk 15:30).

(Bagian ini di sadur dari Bukunya Jonar Situmorang yang berjudul “Soteriologi Doktrin Keselamatan; Pengajaran Tentang Karya Allah Dalam Keselamatan”).

Konsep ini dipertinggi dengan pengertian Juruselamat Yesus Kristus, pemberian Cuma-Cuma anugerah Allah dalam diri Yesus Kristus merupakan arti khusus Perjanjian Baru. Pengorbanan diriNya sendiri sebagai anugerah (Rm 6:10; 5:15; Ef 2:8) dan yang menang atas dosa. Bila keselamatan telah diterima maka anugerah itu akan memerintah dalam kehidupan rohani sang penerima dan akan mendatangkan anugerah demi anugerah. Akibatnya orang-orang beriman (Kristen) itu akan memulangkan syukur kepada Allah bagi anugerah kekayaan yang tak dapat dilukiskan itu yaitu karya kematian Kristus di salib demi menyelamatkan setiap orang yang percaya kepadaNya (2 Kor 9:15).

Puncak dari anugerah Allah adalah pengorbanan Kristus di salib. Keselamatan manusia bukan merupakan hasil usaha dari manusia untuk menyelamatkan dirinya dari cengkraman dosa tetapi semata-mata karena pemberian Allah. Kecenderungan manusia untuk selalu berbuat dosa membuatnya bermusuhan dengan Allah, tidak ada yang perlu menjadi guru dosa karena kecenderungan manusia adalah berbuat dosa tetapi untuk hidup dalam kebenaran setiap orang perlu memiliki seorang mentor (guru spiritual yang bertugas mendampingi dan mengarahkannya kepada kebenaran). 

Nilai Keselamatan

Dalam sudut pandangan Allah keselamatan meliputi seluruh karya Allah dalam membawa manusia keluar dari hukuman dosa menuju pembenaran, dari kematian kekal kepada kehidupan yang kekal, dari musuh Allah diangkat menjadi anak Allah. Dari sudut pandang manusia keselamatan mencakup segala berkat yang berada di dalam diri Kristus yang mana bisa dinikmati dalam kehidupan saat ini maupun yang akan datang. Segenap jalan keselamatan ditegaskan dengan memperhatikan tiga taraf keselamatan. Pertama, pada saat seseorang menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamat dalam  hidupnya maka secara otomatis ia diselamatkan dari hukuman dosa (Ef 2:8; Tit 3:2) itu murni pemberian Allah. Kedua, orang percaya juga diselamatkan dari kuasa dosa dan dikuduskan serta dipelihara, kitab Ibrani memberi tahu kita bahwa “Karena itu Ia sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka” dan yang terakhir ia akan bersama-sama dengan Allah di dalam kerajaanNya.

Karena Allah telah memberikan anakNya  untuk mati di salib menggantikan kita serta memerdekakan kita dari kutuk dosa maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menyakini akan keselamatan yang telah Ia (Kristus) kerjakan. Ketidakyakinan dan keragu-raguan sama dengan tidak mempercayai Allah dan keterandalan DiriNya. Beberapa hal mengapa kita perlu menyakini akan nilai keselamatan kita dalam Kristus. 

Kedaulatan Allah

Poerwadarminta menyebutkan berdaulat sebagai “mempunyai kekuasaan tertinggi atau hak untuk dipertuan” dan kedaulatan sebagai “kekuasaan tertinggi atau hak dipertuan atas suatu pemerintah” sedangkan Webster’s mengartikan kata berdaulat (Sovereign) sebagai “ yang berkuasa, pemerintah atau kedaulatan tertinggi”. Kata berdaulat berasal dari kata Latin “superanus” yang berarti “diatas, melebihi atau melampaui. Dalam hal ini John Gill berkata, Pendeknya segala sesuatu tentang individu di dunia yang pernah ada, yang ada ataupun yang akan ada semuanya sesuai dengan dekrit-dekrit Allah dan yang menurut pada dekrit-dekrit itu. Lahirnya berbagai manusia ke dalam dunia, waktu terjadinya, semua hal-hal yang terjadi berhubungan dengan itu dan semua peristiwa ataupun kejadian yang dialami oleh manusia sudah diketahui oleh Allah. 

Semua orang Kristen yang sudah lahir baru percaya bahwa Allah memiliki rencana yang indah untuk tiap-tiap individu, jadi tidaklah tepat jika kita berkata bahwa si A lebih baik dari si B dan seterusnya, rencana Allah bagi kita itu unik dan sesuai dengan kemampuan kita. Jika kita merasa berbeda pandanglah Allah bukan pada temanmu atau sahabatmu, niscaya kita akan menikmati keunikan yang Ia beri dalam diri kita.

Semua orang beriman mengakui bahwa waktu kelahiran ataupun kematian berada dalam tangan Tuhan dan semua orang beriman juga mengakui bahwa segala hal yang ia nikmati dalam hidupnya adalah berkat-berkat Tuhan yang disediakan baginya. Karena kalau kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan segala sesuatu, termasuk keselamatan kita bagian kita adalah mengerjakan akan keselamatan itu dengang menghasilkan buah bagi Allah, tulis Budi Asali. 

Donald Guthrie dalam bukunya  Teologi Perjanjian Baru I, mendeskripsikan kedaulatan Allah seperti seorang raja yang memerintah sebuah kerajaan dimana ia memiliki hak daulat penuh atas kerajaan itu. Ia beranggapan bahwa kedaulatan Allah tidak pernah terpisah dari keselamatan yang disediakanNya bagi umatNya. Warga-warga kerajaan itu adalah mereka-mereka yang menyerahkan diri sepenuhnya untuk melakukan kehendak raja itu. Hasil dari kedaulatan Allah adalah tujuannya melalui AnakNya akan tercapai di dalam diri Yesus Kristus yang menyelamatkan semua orang yang percaya kepadanNya. Kitab Tawarikh memberita tahu kita bahwa “Ya Tuhan, punya-Mulah kebesaran dan kejayaan, kehormatan, kemasyhuran dan keagungan, ya, segala-galanya yang ada di langit dan di bumi! Ya Tuhan, punya-Mulah kerajaan dan Engkau yang tertinggi itu melebihi segala-galanya sebagai kepala” (1 Tawarikh 29:11) dan “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Rm 11:26). 

Kesetiaan Allah

Kesetiaan Allah sangatlah berbeda dengan kebaikan Allah, namun kedua sifat ini dapat dihubungkan dalam pengertian bahwa bila Allah tidak setia terhadap firmanNya maka Ia tidak dapat disebut baik. Rasul Paulus sangat terkesan dengan kesetiaan Allah. Ia setia untuk memanggil orang-orang untuk masuk ke dalam persektuan dengan anakNya, “Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia (1 Kor 1:9). Ia setia di dalam menjaga mereka agar tidak dicobai melampaui iman mereka, ” Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya (1 Kor 10:13). Ia juga setia menjaga mereka dari serangan-serangan si jahat, “etapi Tuhan adalah setia. Ia akan menguatkan hatimu dan memelihara kamu terhadap yang jahat (2 Tes 3:3).

Kesetiaan Allah bahkan dipakai Paulus sebagai jaminan bahwa kata-katanya dapat dipercaya, keyakinan Paulus bahwa Allah dapat dipercaya begitu teguh seperti batu karang. Dalam daftar pahlawan iman dikatakan bahwa Sara menganggap Dia yang memberi janji itu setia (Ibr 11:11), hal ini memperlihatkan bahwa adanya hubungan yang era tantara iman manusia dan kesetiaan Allah. Yohanes menyebutkan kesetiaan Allah yang mendorongNya untuk mengampuni dosa-dosa manusia, Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1 Yoh 1:9). 

Kesetiaan Allah terbukti di dalam diri Yesus kita menemukan Kristus yang dengan setia dan yang mau mati untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya kepadaNya. Kesetiaan Allah itu merangkupi, melingkupi dan mencakup ketidaksetiaan manusia (Ibr 10:23) kesetiaanNya tidak akan pernah berubah dan tak lekang oleh waktu. Dalam 2 Tim 2:13 Paulus menuliskan bahwa “jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya”. Ketidaksetiaan manusia tidak akan pernah mempengaruhi kesetiaan Allah. Kesetiaan manusia dituntut oleh kesetiaan Allah adalah penyerahan hati yang sempurna, yang memperhatikan, yang menginsafi, mengenali dan mengandalkan kehadiran Allah Israel serta keselamatan yang daripadaNya selaku hakekat dan kenyataan yang pertama dalam kehidupan manusia. 

Pembenaran Allah

Membenarkan berarti menyatakan benar. Baik kata Ibrani (sadaq) maupun kata Yunani (dikaioo) berarti mengumumkan keputusan yang menyenangkan dan menyatakan benar. Allah mengubah orang berdosa menjadi orang benar, lalu bagaimana caranya? Dengan menjadikan orang percaya benar oleh Allah di dalam anakNya Yesus Kristus (2 Kor 5:21), dengan menjadikan banyak orang benar (Rm 5:19) dengan memberikan anugerahNya bagi orang percaya (Rm 5:17). Lima hal yang diperlukan untuk melakukan proses ini secara rinci diuraikan dalam bagian pokok tentang pembenaran (Rm 3:21-26).

Pertama, Rencana (Rm 3:21). Rencana Allah untuk memberikan pembenaran yang diperlukan terpusat di dalam diri Yesus Kristus, bukan dari hukum taurat.

Kedua, Syarat. Kebenaran diperoleh melalui iman kepada Yesus Kristus yang sekarang telah dinyatakan itu. Perjanjian Baru tidak pernah mengatakan bahwa kita diselamatkan karena iman (seandainya demikian harus diperlukan dia dengan akusatif), iman hanya dipakai sebagai saluran dan melalui saluran inilah kita menerima keselamatan (dia dengan genetif). Tetapi tentu saja iman harus memiliki sasaran yang tepat supaya efektif dan sasaran dari iman yang menyelamatkan adalah Yesus Kristus.

Ketiga, Harga. Jelas sekali harga yang dibayarkan oleh Kristus adalah darahNya sendiri. Harga itulah yang paling tinggi dan bagi orang percaya keuntungan ini diperoleh denga Cuma-Cuma (kata yang diterjemahkan tanpa alasan dalam Yoh 15:25), artinya tanpa alasan pada orang percaya jadi ini karena anugerah semata. 

Keempat, Kedudukan. Pada saat seseorang menerima Kristus maka ia secara otomatis ditempatkan di dalam Kristus. Inilah yang menjadikan dirinya benar. Orang percaya dijadikan benar oleh Allah di dalam Dia (Kristus). Hanya kebenaran inilah yang dapat mengatasi keadaan orang percaya yang tidak mempunyai harapan, penuh dosa dan hal ini memampukan orang percaya untuk memenuhi segala tuntutan kekudusan Allah. 

Kelima, Pernyataan. Kebenaran Kristus yang orang percaya miliki tidak hanya memenuhi segala tuntutan Allah, tetapi menuntut supaya Allah membenarkannya. Kita adalah sungguh-sungguh benar hal ini bukan hanya sekedar mimpi  belaka. Karena itu Allah yang suci dapat berbuat adil dan membenarkan orang percaya kepada Yesus Kristus. 

Dikuduskan Oleh Allah

Kata Ibrani Qadosh berarti Kudus, sedangkan di dalam bahasa Arab terdapat 2 kata yang mendefenisikan tentang kekudusan yaitu; akkadia qadistu yang berarti murni dan mengabdi sedangkan alqaddus yang berarti paling kudus atau paling murni. Dalam Perjanjian Baru terdapat beberapa kata yang mendefenisikan tentang kekudusan yaitu; hagiasmos yang dalam pengertian “dipisahkan untuk Tuhan, perbuatan yang cocok untuk mereka yang dipisahkan dan diasingkan untuk suatu maksud”. Hagiosune yang memiliki makna sebagai “manifestasi dari kualitas kehidupan, kekudusan orang percaya di dalam kesempurnaan dan tak bersalah di dalam kekudusan”. Hagios berarti “dipisahkan” kata ini menekankan arti moral dan spiritual, terpisah dari dosa dan dengan demikian dikuduskan oleh Allah. 

Kekudusan berarti suatu keadaan yang terpisah dari dosa, dikuduskan dalam kemurnian dan dipersembahkan secara khusus untuk melayani Allah serta kekudusan juga mengandung arti suatu keadaan dimana Allah melalui kasih karuniaNya memisahkan orang berdosa bagiNya dan menyatakan mereka kudus. Pengudusan berarti suatu posisi di hadapan Allah yang mana dimasuki oleh manusia melalui iman kepada Yesus Kristus. Alkitab mengajarkan tiga macam kekudusan yang dengannya setiap orang percaya dikenali oleh Tuhan dan dianggap sebagai anakNya. 

Pertama, Kekudusan secara posisi. Dalam Ibrani 10:10 berbunyi “ Dan karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus. Melalui kasih karunia dan ketetapan Allah bangsa Israel dalam Perjanjian Lama, dipisahkan dan dinyatakan sebagai suatu umat yang kudus bagi Allah (Kel 19:6). Sedangkan umat Perjanjian Baru dikuduskan melalui pekerjaan penebusan dosa oleh Yesus Kristus (Ibr 10:10,14), dalam memisahkan dan membersihkan orang percaya dari dosa (Tit 2:14). Dari ayat-ayat diatas alkitab mengajarkan bahwa seseorang ketika percaya kepada Kristus pada saat itu juga ia telah dikuduskan. Hal ini memang jelas bahwa dalam Perjanjian Baru, orang percaya disebut orang-orang kudus tanpa mempertimbangkan taraf rohaninya (1 Kor 1:2; Ef 1:1). Liauw berkata bahwa ketika seseorang bertobat dan menerima Kristus ia diberikan posis yang kudus dihadapan Allah. Dan menerima Roh Kudus yang menjadikan naturnya kudus, namun ia memiliki karakter Kristus hal ini perlu dibangun dengan usaha ketekunan dan komitmen penuh untuk mentaati firman Tuhan. Ia akan membangun karakter sesuai tuntutan Roh Kudus. Kekudusan adalah karya Allah yang ajaib di dalam Yesus Kristus. Allah menguduskan orang percaya dari keadaan berdosa menjadi kudus. Untuk itu orang percaya adalah orang yang telah kudus. Hal ini bukan berarti kita hidup tanpa dosa tetapi kita disebut kudus karena iman kepada Yesus Kristus dan kita telah dipisahkan untuk pelayanan yang khusus bagi Allah serta layak dihadapanNya (1 Pet 1:2). Setiap orang yang telah percaya kepada Yesus Kristus secara posisi dikuduskan sekali untuk selamanya berdasarkan pengorbanan Kristus di kayu salib. 

Kedua, Kekudusan secara pengalaman. Setelah orang percaya dikuduskan secara roh, umat percaya terus menerus untuk dikuduskan dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam Perjanjian Lama, walaupun bangsa itu telah dipisahkan untuk dikuduskan, namun mereka juga diperintah untuk menjalani suatu kehidupan yang dipenuhi kekudusan melalui upacara pengudusan dengan mempersembahkan korban (Im 11:44; 19:2). Alkitab menulis bahwa Henokh, Abraham, Daud, Musa dan yang lainnya disebut sebagai orang saleh dan berkenan di hadapan Allah. Meski demikian mereka bukan orang tanpa dosa, sebab alkitab berkata “ semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm 3:23) dan karena itu semua orang yang masih hidup di dalam tubuh jasmani dapat berbuat dosa, oleh karena itu setiap orang percaya harus menjaga hidupnya di dalam kekudusan dengan penuh penyerahan diri kepada Allah (1 Yoh 1:8; Yak 3:2; Ams 20:9). Sebagaimana ketaatan Kristus dan penyerahan diriNya untuk mati di atas kayu salib bagi umat manusia. Dalam kekudusan secara pengalaman setiap orang percaya berurusan dan akan bertemu dengan kebiasaan-kebiasaan dosa. Manusia tidak dapat menghadapi kebiasaan ini dengan kekuatannya sendiri, tetapi harus dilakukannya dalam kerja sama dengan Roh Kudus, kitab suci menulis peranan Roh Kudus “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu (Yoh 14:6). Ketergantungan penuh pada Roh Kudus yang menolong kita setiap harinya untuk semakin serupa dengan gambaran Yesus Kristus di dalam kekudusanNya. 

Ketiga, Kekudusan Sempurna. Pengudusan secara sempurna itu akan tiba dan yang tidak sempurna itu lenyap, yaitu saat kedatangan Kristus kali kedua (1 Kor 13:10). Pada waktu kedatanganNya yang kedua kali, tubuh orang percaya akan dipermuliakan. Dalam Filipi 3:20-21 berkata, Karena kewargaan kita adalah di dalam sorga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat, yang akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya. Kekudusan ini terjadi di masa yang akan datang, dimana orang percaya akan dikuduskan secara sempurna yaitu tubuh, jiwa dan roh, saat Yesus kembali kedua kali (Yoh 3:2). Pada kedatanganNya yang kedua kali ketika sangkakala Allah dibunyikan maka semua yang mati di dalam Kristus akan dibangkitkan. Dan keadaan umatNya yang masih hidup akan diubah menjadi tubuh yang sempurna, kekal dan mulia dalam kesempurnaan dan kekudusanNya (1 Kor 15:51-54; 1 Tes 4:16-17 dan Rm 8:23).

Referensi

Jonar Situmorang, Soteriologi Doktrin Keselamatan; Pengajaran Tentang Karya Allah Dalam Keselamatan (Yogyakarta, ANDI, 2015)

F. Hartono, Sakramentologi (Yogyakarta, Kanisius, 1990)

Ulrich Beyer, Garis-Garis Besar Eskatologi Dalam Perjanjian Baru (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2008)

Woo Young Kim, Yesuslah Jawaban (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2005)

Stefanus M. Marbun, Umat Allah Sebagai Umat Rajani (Sidoarjo, Uwais Inspirasi Indonesia, 2018)

Robert Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab Imamat (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2008)

J.L Abineno, Tafsiran Alkitab: Surat Efesus (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2009)

Walter Lempp, Tafsiran Alkitab: Kitab Kejadian 12:4-25:18 (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003)

Paul Enns, The Moody Handbook of Theology (Malang, Literatur SAAT, 2004)

Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I: Allah, Manusia, Kristus (Jakarta, BPK Gunung Mulia,  2008)

Karl Barth, Teologi Kemerdekaan (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003)

John Gill, A Body of Doctrinal and Practkcal Divinity (Paris: Baptist Standard Bearer, 1987)

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta, Penerbit Balai Pustaka, 2003)

Chris Marantika, Doktrin Keselamatan dan Kehidupan Rohani (Yogyakarta, Iman Press, 2002)

Jonathan Octavianus, Diktat Kuliah Soteriologi (Surabaya, Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, 2015)

Henry. C Thiessen, Teologi Sistematika (Malang, Gandum Mas, 2003)

Harold M. Freligh, Delapan Tiang Keselamatan (Bandung, Yayasan Kalam Hidup, 1962)

Barclay M. Newman Jr, Kamus Yunani- Indonesia (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1991)

Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 2 (Yogyakarta, Yayasan Andi, 1992)











Posting Komentar untuk "Doktrin Jaminan Keselamatan Kristen "