Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Renungan - Integritas Iman Kristen

Integritas Iman Kristen

Kemewahan yang paling luar biasa dari hidup ini adalah integritas pikiran dan batin. Jim Cole

Ide untuk menuliskan topik yang cukup berat bagi saya berawal dari diskusi saya dan mentor saya tentang “Integritas” dalam diskusi itu kami menjadikan topik ini sebagai senter atapun kompas untuk memberi kami pelajaran-pelajaran baru dan menunjukkan kepada kami bagian-bagian hidup dimana kerap kali kami terdorong untuk bertindak dengan tidak berintegritas.

Tentu semua bagian-bagian yang kami pelajari didasarkan dari prinsip-prinsip kebenaran firman Tuhan, karena tidak ada kebenaran dan tidak ada integritas yang tepat dan benar selain didasarkan dari prinsip-prinsip firman Tuhan.

Umumnya kita mendefenisikan integritas dengan “satunya kata-kata dengan perbuatan artinya apa yang kita katakan mestinya berjalan tegak lurus dengan apa yang kita lakukan, sangat tepat. Namun, apakah selalu demikian adanya? Atau ini hanya sebatas sebuah slogan belaka, ya kerap kali ini hanya slogan belaka yang mana kita gengsi untuk mengakui hal itu, hehe.

Integritas bukanlah hal yang keren, bukanlah hal yang waoo dan bukanlah hal yang akan membuat anda terkenal, malah sebaliknya. Integritas merupakan jalan yang sunyi, integritas merupakan jalan yang sepi. Jalan dimana kebanyakan orang tidak mau melewatinya, ya karena itu bukanlah hal yang keren, bahkan kerap kali hal ini bisa merusak reputasi seseorang.

Integritas adalah mengatakan yang sebenarnya meski kebenaran itu berakibat fatal bagi diri kita sendiri, dalam hal ini Abraham pernah gagal dalam test ini, berikut kisahnya; (Kej 20: 1-5, 9-12) oleh karena Abraham telah mengatakan tentang Sara, isterinya: "Dia saudaraku, "maka Abimelekh, raja Gerar, menyuruh mengambil Sara (2). Tetapi pada waktu malam Allah datang kepada Abimelekh dalam suatu mimpi serta berfirman kepadanya: "Engkau harus mati oleh karena perempuan yang telah kauambil itu; sebab ia sudah bersuami (3).

"Adapun Abimelekh belum menghampiri Sara. Berkatalah ia: "Tuhan! Apakah Engkau membunuh bangsa yang tak bersalah? (4) Bukankah orang itu sendiri mengatakan kepadaku: Dia saudaraku? Dan perempuan itu sendiri telah mengatakan: Ia saudaraku. Jadi hal ini kulakukan dengan hati yang tulus dan dengan tangan yang suci (5).” Kemudian Abimelekh memanggil Abraham dan berkata kepadanya: "Perbuatan apakah yang kaulakukan ini terhadap kami, dan kesalahan apakah yang kulakukan terhadap engkau, sehingga engkau mendatangkan dosa besar atas diriku dan kerajaanku? Engkau telah berbuat hal-hal yang tidak patut kepadaku (9).

"Lagi kata Abimelekh kepada Abraham: "Apakah maksudmu, maka engkau melakukan hal ini (10)?" Lalu Abraham berkata: "Aku berpikir: Takut akan Allah tidak ada di tempat ini; tentulah aku akan dibunuh karena isteriku (11). Lagipula ia benar-benar saudaraku, anak ayahku, hanya bukan anak ibuku, tetapi kemudian ia menjadi isteriku (12).

Sebagian kita ketika membaca kisah Abraham ini, akan merasa diri lebih benar darinya, jika anda merasa diri lebih benar dari Abraham itu karena anda hanya mempergunakan satu bahan pertimbangan yaitu “kita belum pernah melakukan hal ini” ya mungkin karena takut ditabok oleh sang istri, hehehe. point berharga dari kisah ini yaitu ingin menggambarkan kepada kita bahwa integritas itu harganya mahal, bukan sesuatu yang keren dan kerap kali mengancam reputasi dan nyawa. Dan Abraham masih terus berjuang.  

Hanya terdapat dua pilihan dalam integritas yaitu benar dan salah, tidak ada pilihan untuk berdiri di tengah-tengah yaitu “kompromi”. Jika benar katakan benar dan jika salah katakan salah, namun kerap kali kita lebih memilih jalur aman dan tercepat yaitu berkompromi dengan oknum (figur), situasi dan kondisi.

Karena integritas itu pilihan yang sunyi dan sepi maka jangan heran banyak orang akan menertakawanmu, merasa sangat kasihan terhadap anda dan akan mengeluarkan jurus-jurus maut (ala wiro sableng)  dengan kata “ah ngapain si susah-susah terima aja gpp kok, kamu gak mikir anak istrimu di rumah, ini lho bisa buat investasi masa depanmu, sesekali boleh lah, hanya kali ini kok, dll”

Ini bukan ajaran Kekristenan, ini bukan apa yang diajarkan oleh Kristus. Yesus adalah teladan yang mulia yang betul-betul menunjukkan karakter yang berintegritas itu. dalam hal integritas diri, Yesus diakui oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan berkata “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur dan dengan jujur mengajar jalan Allah dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka.

"Matius 22:16; Markus 12:14. Frase “seorang yang jujur” dalam terjemahan New Internasional Version (NIV) menggunakan kata “man of integrity” seorang yang berintegritas. Dengan kata lain Yesus merupakan pribadi yang di dalam dirinya tidak ada kemunafikan sama sekali dan tidak berkompromi.

Dalam kamus Britannica Dictionary integritas didefinisikan sebagai “Penyesuaian yang tiada kompromi terhadap aturan moral atau nilai yang lain yang terungkap dalam sikap yang tulus, jujur, terbuka dan menolak tipu daya atau  ketidakmurnian. Berikut beberapa tokoh alkitab yang menunjukkan akan kehidupan yang berintegritas di hadapan Allah.

Ayub.

Job 2: 3 And the LORD said unto Satan, Hast thou considered my servant Job, that there is none like him in the earth, a perfect and an upright man, one that feareth God, and escheweth evil? and still he holdeth fast his integrity, although thou movedst me against him, to destroy him without cause. {to destroy...: Heb. to swallow him up} 2:9 Then said his wife unto him, Dost thou still retain thine integrity? curse God, and die. 27:5 God forbid that I should justify you: till I die I will not remove mine integrity from me.

Kita semua mungkin pernah membaca ataupun diceritakan kisah tentang Ayub. Kita juga diberi gambaran siapa Ayub sesungguhnya, dari mana ia berasal dan bagaimana hubungan pribadinya dengan Allah. Dalam Ayub 1:1 dikatakan “Di Negeri Us ada seorang laki-laki bernama Ayub.

Ia dikenal sebagai orang yang saleh -- yang baik dan jujur, takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Jika kita membaca secara keluruhan pasal 1kita akan mendapati apa yang dialami oleh Ayub, ia harus kehilangan anak-anaknya dan apa yang dimilikinya dalam waktu seketika, namun satu kesimpulan yang berbeda dari seorang Ayub di ayat (1:21-22) Dengan telanjang, tanpa membawa apa-apa, aku keluar dari rahim ibuku," katanya, "dan bila aku mati, aku pun tidak akan membawa apa-apa.

TUHAN yang memberikan segala-galanya kepadaku dan Ia berhak mengambilnya kembali. Terpujilah nama TUHAN.” Dalam keadaan sedemikian itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menyalahkan Allah.

Hari ini siapakah yang mau kehilangan semua apa yang ia miliki seperti apa yang dialami oleh Ayub, sedikit saja orang yang mau. Bahkan orang akan menggadai hubungannya dengan Tuhan untuk tetap mempertahankan apa yang sudah ia bangun bertahun-tahun (kerajaan bisnisnya).

Mempertahankan integritas dan tetap hidup berintegritas butuh penyangkalan diri seutuhnya, dengan konsep berpikir “semua adalah milik Allah, Ia yang memberi, Ia pula yang berhak mengambilnya.”

Ayub tidak hanya berteori kepada kita, Ia sendiri mengalaminya dengan berkata “till I die I will not remove mine integrity from me”. Ia tidak menaruh integritasnya kepada Allah di atas kepemilikannya. Ayub merupakan seorang yang memberitahu kepada kita, dapatkah kita tetap mempertahankan Integritas hubungan kita dengan Tuhan ketika kita kehilangan segalanya, ataukah kita mengikut Tuhan untuk mengejar akan apa yang bagi Ayub tidak menjadi pencarian utamanya.

Salah satu ujian integritas kerap kali dihubungkan dengan kepemilikan.

Paulus

Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati yang murni di hadapan Allah dan manusia. (BIMK) Itu sebabnya saya selalu berusaha sebaik-baiknya, supaya hati nurani saya bersih terhadap Allah dan bersih terhadap manusia. (Kis 24:16).

Dalam hal ini Paulus berusaha memastikan tidak ada tuduhan dari hati nuraninya; bahwa ada sesuatu yang tidak bersesuaian dengan standar kebenaran Allah maupun manusia. Siapakah yang mengetahui isi hati seseorang? Tidak ada, selain Allah.

Untuk itulah Nurani kita merupakan tempat dimana terdapat berbagai macam hal-hal buruk dan hal-hal baik, yang mana hanya dikontrol dan diketahui oleh kita sendiri dan Tuhan. Biasanya kita lebih takut apa yang ada di nurani dan apa yang akan kita lakukan diketahui oleh orang lain dibanding Tuhan (khususnya hal-hal buruk) karena bisa merusak atau mengancam reputasi dan harga diri.

Hati Nurani kita adalah musuh terbesar diri kita sendiri, dimana terdapat banyak sekali kebohongan dan kemunafikan-kemunafikan, itulah mengapa salah satu pergumulan rasul Paulus adalah untuk hidup dengan Nurani yang murni, karena merupakan bagian dimana tidak diketahui oleh orang lain selain dirinya dan Tuhan.

Misalkan jika anda berpakaian compang camping, rambut anda berantakan, sepatu anda sangat kotor dan bau maka orang-orang yang ada di sekeliling anda akan merasa ternganggu dan mereka akan memberitatahu anda atau menegur anda agar cepat-cepat membersihkan dan berusaha untuk berpenampilan semenarik mungkin, tapi hal ini tidak dengan hati Nurani anda, mereka tidak akan mengetahui Nurani anda, mereka melihat apa yang terlihat.

Salah satu ujian untuk hidup berintegritas adalah Nurani kita sendiri (bersembunyi di dalam diri kita), yang mana kita perlu untuk mensucikan Nurani kita dengan firman Tuhan setiap harinya.

Yusuf

Seorang yang memiliki integritas berarti dia juga merupakan seorang yang bertanggung jawab, bahasa kerennya lho dapat diandalkan. Dimulai dari hal yang terkecil hingga hal-hal yang tidak terpikirkan sebelumnya, Alkitab menuliskan bahwa “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar.  Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar (Luk 16:10).

Membaca kisah Yusuf ketika ia sudah berada di rumah Potifar, kita tidaklah diberitahu bagaimana hubungan pribadi Yusuf dengan Allah, tetapi yang pasti “Allah menyertainya dan hal itu diketahui oleh sang majikannya. Bagian ini cukup menyadarkan dan mengingatkan saya bahwa hubungan pribadi seseorang dengan Tuhan mestinya tidak menjadi obralan hangat kesana kemari tetapi itu bersifat pribadi yang tidak perlu diketahui oleh orang lain, yang mana mereka cukup melihat bahwa ternyata Allah menyertai kita dan membiarkan apa yang kita lakukan itu menjadi kesaksian nyata bagi mereka dan bukan hanya apa yang keluar dari mulut kita saja.

Yusuf merupakan seorang yang dapat diandalkan oleh Potifar ini terlihat dari “ Sebab itu, Yusuf mendapat perkenanan di mata tuannya dan Yusuf mengabdi kepadanya. Lalu, Potifar mengangkat Yusuf dalam rumahnya dan segala miliknya pun diserahkannya ke tangan Yusuf (4), Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apa-apapun selain dari makanannya sendiri (6). (Kej 39: 4,6).

Bagaimana bisa seorang Potifar memberi kepercayaan sebesar ini kepada Yusuf yang adalah seorang budak? Tentu Yusuf sudah melewati ujian-ujian kepercayaan lainnya dan itu dimulai dari hal terkecil. Sejauh ini Yusuf masih menjadi seorang yang dapat dipercayai oleh Potifar. Hingga suatu ketika istri Potifar melihat sesuatu yang berbeda dalam diri Yusuf, jika kita analogikan pikiran tante Potifar di masa kini “ini brondong ganteng, cakap amat, pandai mengatur, smart, berjiwa pemimpin, sicpack, pokoknya sempurna dan ini tipe gue banget udah” hahaha.

Istri Potifar mulai melancarkan akan rayuan-rayuan mautnya dan itu tidak sehari dua hari tetapi dari hari demi hari (Kej 39:10). Yusuf tidak ingin menjual akan integritas dirinya dengan melakukan sesuatu yang tidak benar dan ia tidak ingin menodai akan kepercayaan yang sudah diberikan oleh seorang Potifar – lebih dari itu ia takut berbuat dosa terhadap Allah.

Kita mengetahui cerita selanjutnya bahwa ketika istri Potifar memfitnah Yusuf dengan menceritakan kepada Potifar hal yang bertolak belakang dari yang sebenarnya dan hukuman yang harus ia dapatkan, namun dalam hal ini Yusuf berhasil melewati ujian integritas dan ia dapat diandalkan.

Salah satu ujian integritas adalah menyalahgunakan kekuasaan dan menggadai kepercayaan yang telah diberi dan kerap kali kita semua terdorong untuk melakukan hal itu.

Ketiga tokoh ini memilih jalan yang sepi namun perhatikan hasil selanjutnya. Meskipun sunyi dan sepi maukah kita memilihnya? jika kita dapati ada yang setuju dan mendukungmu itu berarti mereka juga sedang berjuang untuk hidup berintegritas, jadi apakah dengan hidup berintegritas, anda akan mendapatkan rasa hormat dari orang lain? Mungkin, tapi mungkin hanya dari mereka-mereka yang sedang mengejar jalan yang sunyi dan sepi itu.


Posting Komentar untuk "Renungan - Integritas Iman Kristen "