Kisah Nyata Kristen Yang Menginspirasi - Florence Nightingale (1820-1910)
Dua bayi perempuan dilahirkan di tengah keluarga William (W.E.N) dan
Fanny Nightingale dalam suatu perjalanan panjang keliling Eropa. Parthenope,
anak pertama, lahir di Napoli, Yunani. Putri kedua diberi nama sesuai dengan
nama sebuah kota di Italia, tempat dia dilahirkan pada tanggal 12 Mei 1820:
Florence.
Florence Nightingale dibesarkan dalam sebuah keluarga kaya yang
tinggal di luar kota London, dikelilingi pesta-pesta yang terus berlangsung,
sebuah rumah musim panas bernama Lea Hurst, dan tamasya ke Eropa. Tetapi, pada
tahun 1837, pada usia tujuh belas tahun, dia menulis di buku hariannya, "Pada
tanggal 7 Februari, Tuhan berbicara kepada saya dan memanggil saya untuk
melayani-Nya." Tetapi pelayanan apa?
Dia
menyadari bahwa dirinya merasa bersemangat dan sangat bersukacita -- bukan
karena status sosial keluarga kaya -- tapi, saat dia merawat keluarga-keluarga
miskin yang hidup di gubuk-gubuk sekitar Embley, rumah keluarganya.
Pada saat
Florence berusia 24 tahun, dia merasa yakin bahwa panggilannya adalah merawat
orang sakit. Tetapi pada tahun 1840-an, para gadis Inggris terhormat tidak akan
diperbolehkan menjadi perawat. Pada masa itu, perawat tidak melebihi fungsinya
sebagai pembantu yang melakukan semua pekerjaan di setiap rumah sakit umum
(para orang kaya dirawat di rumah sendiri) dan dianggap sebagai peminum atau
pelacur.
Tetapi,
Florence yang belum menikah dan masih tinggal bersama orang tuanya, merasa
hampir gila karena merasa tidak produktif dan frustrasi. Dia bertanya kepada
seorang dokter tamu dari Amerika, Dr. Samuel Howe, "Apakah pantas bagi
seorang gadis Inggris mencurahkan hidupnya untuk menjadi seorang perawat?"
Dia menjawab, "Di Inggris, semua yang tidak biasa, dianggap tidak layak.
Tetapi, bukanlah sesuatu yang tidak mungkin terjadi atau tidak wajar, bagi
seorang wanita terhormat, bila melakukan suatu pekerjaan yang membawa kebaikan
bagi orang lain."
Florence sering bertanya-tanya, mengapa gereja Protestan tidak
seperti Catholic Sisters of Charity -- suatu jalan bagi para wanita untuk
mencurahkan hidupnya dengan melayani orang lain. Dr. Howe menceritakan
kepadanya tentang Kaiserworth di Jerman, yang didirikan oleh Pendeta Theodor
Fliedner.
Tempat itu mempunyai rumah sakit yang dilengkapi ratusan tempat
tidur, sekolah perawatan bayi, sebuah penjara berpenghuni dua belas orang,
sebuah rumah sakit jiwa untuk para yatim, sekolah untuk melatih para guru, dan
sekolah pelatihan untuk para perawat yang disertai ratusan diaken. Setiap
kegiatan selalu diikuti dengan doa.
Bahkan,
sebelum dia memutuskan untuk pergi, dengan semangat tinggi, Florence menanggapi
bahwa Kaiserworth adalah tujuannya.
Tahun
1846, Florence melakukan perjalanan ke Roma bersama teman-temannya, Charles dan
Selina Bracebridge. Dalam perjalanan itu, dia bertemu dengan Sidney Herbert dan
istrinya, Liz. Mereka adalah orang Kristen yang taat. Kemudian, Sidney Herbert
menjabat sebagai menteri perang, sekaligus seorang teman dan pendorong --
semangat bagi Florence Nightingale.
Bulan
Juli 1850, saat usainya tiga puluh tahun, Florence pergi ke Kaiserworth, Jerman
selama dua minggu. Setahun kemudian, dia pulang ke rumah dan tinggal selama
tiga bulan. Dia pulang dengan sikap baru. Sekarang, dia tahu bahwa dirinya
harus membebaskan diri dari kehidupannya yang terkekang.
Tiga
tahun kemudian, dia melaksanakan pekerjaan keperawatannya yang pertama sebagai
pengawas di Institute for the Care for Sick Gentle Woman in Distressed
Circumstances. Dia memasukkan berbagai pemikiran baru ke dalam institusi itu
dan menerapkan beberapa ide yang revolusioner, seperti pipa air panas ke setiap
lantai, elevator untuk mengangkut makanan pasien, dan para pasien dapat
langsung memanggil para perawat dengan menekan bel.
Dia juga menetapkan bahwa institusi tersebut bukan institusi
sekte -- institusi tersebut menerima semua pasien dari semua denominasi dan
agama. (Komite institusi ini sebelumnya menginginkan agar institusi tersebut
hanya menerima jemaat Gereja Inggris saja).
Pada
tahun 1854, ketika Inggris dan Perancis mengumumkan perang terhadap Rusia untuk
menguasai Crimea dan Konstantinopel -- pintu gerbang menuju Timur Tengah --
Sidney Herbert, sebagai Menteri Perang, meminta Florence untuk mengepalai
sebuah tim perawat bagi rumah sakit militer di Scutari, Turki. Florence
menggunakan kesempatan ini.
Dia tiba bersama sebuah tim pilihan yang terdiri dari 38 orang
perawat. Hanya 14 orang perawat yang mempunyai pengalaman di lapangan; 24 orang
lainnya adalah anggota lembaga keagamaan yang terdiri dari biarawati Katolik
Roma, Dissenting Deaconnesses, perawat rumah sakit Protestan, dan beberapa
biarawati Anglikan yang berpengalaman di bidang penyakit kolera.
Teman-temannya, Charles dan Selina Bracebridge juga turut bersama
tim tersebut untuk mendorong semangatnya.
Selama perang berlangsung, Florence menghadapi pertempuran berat
untuk meyakinkan para dokter militer bahwa para perawat wanita pun diperlukan
di sebuah rumah sakit militer. Perang Crimea telah membongkar sistem
kemiliteran Inggris yang ternyata mengirim ribuan prajurit untuk menjemput
kematiannya sendiri akibat kekurangan gizi, penyakit, dan diabaikan.
Sebanyak 60.000 prajurit Inggris dikirim ke Crimea. Sejumlah
43.000 meninggal, sakit, atau terluka, dan hanya 7.000 yang terluka oleh musuh.
Sisanya merupakan korban lumpur, kekacauan, dan penyakit.
Pada saat
perang akan berakhir, laporan dan saran Florence Nightingale membuat Inggris
seperti dilanda badai. Dia menjadi pahlawan wanita negara tersebut. Pada tahun
1860, Sekolah Keperawatan Nightingale dibuka di London dan kelas pertamanya
diikuti lima belas orang murid wanita muda. Sepanjang hidupnya, sebelum dia
meninggal saat sedang tidur pada usia sembilan puluh tahun di tahun 1910, dia
bekerja tanpa lelah untuk mengadakan perubahan-perubahan di kemiliteran yang
berhubungan dengan perawatan kesehatan dan medis.
Sebab dia telah bersumpah, "Semua yang terjadi di
Crimea, tidak boleh terulang kembali."
Pesan Singkat
Florence Nightingale mengajarkan
kepada kita bahwa kebahagiaan, kepuasan dan kedamaian hidup tidak terletak pada
kepemilikan atau apapun yang bersifat material dan semu, namun sebaliknya
kebahagiaan dan sukacita diperoleh ketika kita memberi diri untuk melayani orang
lain.
Di tengah-tengah kemewahan hidup dan apapun
yang dapat ia peroleh – disitulah ia merasakan akan kesepiaan. Barang dan harta
yang dimiliki tidak dapat membuat kita bertambah atau menjadi Bahagia – itu hanya
tampilan luar dan sesaat, sebaliknya kehidupan di dalam Kristus membuat kita
semakin bergairah untuk mengenal-Nya dan berbagi hidup dengan ciptaan lainnya
disetiap harinya.
Hanya satu pribadi dan tidak ada yang
lain, yang dapat mempengaruhi kehidupan setiap orang, Dia-lah Yesus Kristus pribadi
yang sudah menyerahkan dirinya untuk kita di salib. Dialah pribadi yang merelakan
atau mengorbankan diri-Nya untuk kita di salib – pengorbanan-Nya begitu agung
dan mulia, Ia mendamaikan kita dengan diri-Nya dan membawa kita kembali ke
pangkuan Bapa-Nya.
Ketika seseorang jatuh cinta kepada-Nya –
tidak ada lagi ketakutan. Tidak ada lagi sesuatu yang tidak dapat dilepas, malahan
semuanya dianggap rugi karena pengenalan akan Kristus Yesus – bahkan nyawa
mereka sekalipun.
Demi diriku, Tuhan Yesus Kristus memakai mahkota duri, jadi demi Dia mengapa aku tidak mengenakan mahkota terang ini meskipun ini merupakan hal yang memalukan. John Huss.
Florence Nightingale berkontribusi untuk pekerjaan Allah melalui apa yang dapat dan bisa ia lakukan dengan keahliannya – meninggalkan akan zona nyaman hidupnya dan menemukan akan zona baru nan penuh sukacita dan bernilai kekal.
Lalu apa kontribusi anda dan saya untuk pekerjaan Tuhan?
Bahan Diedit Seperlunya Dari;
Judul Buku : Penabuh Drum Di Medan Perang
Judul Asli : The Drummer Boy’s Battle
Penulis : Dave Dan Neta Jackson
Penerjemah : Lie Ping
Halaman : 179 – 183
Penerbit : Gospel Press, Batam Center 2004
Sumber : E-Jemmi 21/2007
Posting Komentar untuk "Kisah Nyata Kristen Yang Menginspirasi - Florence Nightingale (1820-1910)"