Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tokoh Misionaris Kristen Dunia; David Livingstone

Tokoh Misionaris Kristen Dunia; David Livingstone

David Livingstone

Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku….

Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.”

(Matius 10:37; 19:29)

Ada banyak tokoh misionaris yang memberikan kepada kita teladan dari kehidupan yang diserahkan sepenuhnya kepada Allah dan Injil-Nya, misalnya: David Livingstone (Afrika), James Hudson Taytor (Cina), Adoniram Judson (Birma), John WilIiams (Kepulauan di Pasifik), William Carey (India), Nommensen (Indo­nesia).

Namun mengingat terbatasnya waktu, maka kita hanya akan belajar dari kehidupan dua tokoh misionaris, yaitu: David Livingstone. Harapan kami, setelah mempelajari tokoh ini, kita semua tertantang untuk juga mempelajari riwayat hidup tokoh-toko misi lainnya – Roh Kudus-Nya menolong dan memampukan kita.

Kehidupan Awal

David Livingstone lahir tahun 1813 di Blantyre, Scotland (Inggris). Ayahnya seorang yang takut akan Tuhan, melayani sebagai guru Sekolah Minggu. la mengikutsertakan anaknya di Sekolah Minggu dan mendengarkannya saat ia menceritakan tokoh-tokoh pahlawan iman yang besar dan tentang orang-orang yang telah membawa Injil ke ujung-ujung dunia yang jauh. la juga menceritakan seorang dokter misionaris yang bemama Charles Gutzlaff. 

Livingstone terpikat dengan tokoh ini dan juga bercita-cita menjadi dokter misionaris. Ternyata Gutzlaff pun mempunyai tokoh pahlawan yang jauh lebih besar, yaitu Yesus Kristus sendiri. lalah Jurusefamat dunia ini. Livingstone menerima Kristus yang telah mati di Golgota dan bangkit baginya. Livingstone ingin memberitakan Injil yang mengubah hidupnya ini. la ingin menunaikan Amanat Agung Yesus Kristus. “Utus aku kemana saja!” Itulah sebabnya ia masuk ke sekolah kedokteran untuk mempersiapkan diri menjadi seorang dokter misionaris.

Sesudah ia diwisuda dan ditahbiskan, ia berkeinginan menjadi misionaris di Cina. Namun terjadi perang dan ladang Tuhan di sana tertutup. Ia batal berlayar ke Cina karena… Tuhan tidak mengutusnya ke sana!

Panggilan Ke Afrika

Pada suatu kali, salah seorang dari sedikit utusan Injil yang telah pergi ke kawasan pantai Afrika, yakni Robert Moffat datang ke kota kediaman Livingstone pada masa cutinya dan berkhotbah. la mengatakan, “Seringkali, ketika aku memandang ke dataran yang sangat luas di utara, di bawah sinar matahari pagi aku melihat asap dari seribu desa, yang tidak pernah didatangi satu pun utusan Injil.” Kata-kata ini melekat di hati Livingstone.

Berlayarlah Livingstone ke Afrika. Dia masuk ke hutan dari arah selatan dan menemukan bahwa tempat itu tidak dapat ditembus. Dia kembali ke pantai dan bertayar ke pusat pantai Barat Afrika dan memutuskan untuk menembus ke pedataman dari sana Setelah penderitaan yang tidak terhitung jumlahnya, akhimya dia membuka jalan menuju ke pedalaman.

Harga Yang Harus Dibayar

Seekor singa besar hampir saja mengoyak lengannya lepas dari tubuhnya dan hampir membuat dia lumpuh untuk selamanya. Tetapi juga hal itu membawa berkat terselubung, karena pada waktu dia dalam proses penyembuhan, Robert Moffat datang dengan membawa anak perempuannya yang cantik: Mary Moffat Bagi David dan Mary, itu adalah cinta pada pandangan pertama.

Mereka segera menikah dan Mary berbagi semangat dan keprihatinannya untuk penginjilan di Benua Gelap Afrika. Penderitaan dan kerja keras selama berbulan-bulan terlalu berat bagi Mary, apalagi salah seorang anak mereka mati ketika mereka mencoba melintasi salah satu padang pasir Afrika yang luas – sebuah beban yang hampir meremukkan Livingstone.

Akhimya, tibalah keputusan yang paling sulit dalam hidupnya – mengirimkan isteri dan ketiga anaknya yang lain kembali ke Inggris.

la kemudian dituduh bahwa ia telah meninggalkan keluarganya untuk berkelana di Afrika karena ia tidak benar-benar mengasihi mereka. Tuduhan ini begitu menyakitkan hatinya, karena sebenamya ia amat mengasihi keluarga­nya.

Selama 5 (lima) tahun ia menderita tidak pemah melihat isteri maupun anak-anaknya. Yang ada di pikirannya adalah: ribuan desa di bawah sinar matahari pagi yang membutuhkan Injil Kristus.

Suatu ketika ia berkesempatan untuk cuti dan pulang ke rumah. Namun rumahnya di Blantyre kosong. Seisi rumah baru saja menguburkan ayahnya! Livingstone pun, yang biasanya berani tanpa berkedip menghadapi tombak-tombak orang-orang liar yang biadab dan auman binatang buas, terjatuh dan meratap seperti seorang anak kecil.

Isterinya tetap mengasihi dia walaupun telah sekian lama ditinggalkannya demi Yesus Kristus yang dilayaninya. la pun kembali ke Afrika meninggalkan mereka – tentu saja dengan kesedihan hati tiada tara – untuk menunaikan visi “seribu desa di bawah sinar matahari pagi”.

Ketika anak-anaknya menginjak usia dewasa, Mary berniat untuk tinggal bersama suaminya di Afrika. Selama berbutan-bulan Mary berlayar melintasi lautan lalu ke hulu sungai-sungai Afrika. la pun disambut suaminya. namun segera diserang demam Afrika yang memilukan. Livingstone mengesampingkan segala sesuatu yang sedang dilakukannya dan mencurahkan segenap keahlian medisnya untuk merawat isteri tercinta.

Namun akhimya Tuhan memanggil pulang isterinya ke rumah Bapa di Surga. la kini kembali meratap karena orang yang sangat dikasihinya telah pergi. Kini ia sendirian dengan hati remuk, namun ia tetap yakin akan janji Tuhan bahwa la menyertai hamba-Nya senantiasa.

Satu lagi yang mendukacitakan hatinya. Ketika ia tiba di Ujiji, penduduk asli mencuri makanannya. Dan yang terburuk dan itu semua, mereka juga mencuri kotak obat-obatannya yang berisi kina dan obat-obat lain untuk menyembuhkan demam-demam yang mengerikan itu. Bagi Livingstone itu benar-benar berarti kematian. Tetapi hingga saat itu Tuhan tetap melindunginya.

Tawaran Untuk Meningalkan Afrika

Setelah selama 5 (lima) tahun ia tidak pemah melihat wajah orang kulit putih di pedalaman Afrika, datang kepadanya seorang kulit putih dengan kafilah lengkap berbendera Amerika. Namanya Henry M. Stanley, la diutus oleh James Gordon Bennett dari harian New York Herald untuk menemukan David Livingstone yang dikabarkan orang sudah mati, dan membawanya kembali ke peradaban.

Stanley yang ateis itu tinggal seiama 4 (empat) bulan bersama Livingstone dalam sebuah pondok. Dalam kurun waktu yang singkat itu, terpana akan perilaku kehidupan Livingstone, Stanley pun bertobat dan menerima Kristus.

Ketika diajak untuk kembali ke peradaban, Livingstone menolak, bahkan akan terjun lebih dalam lagi di Afrika. Dia tiba di tempat dimana seluruh kekuatannya habis, kakinya luka dan bernanah karena bisul. Selama berbulan-bulan ia tidak punya apa-apa untuk dimakan kecuali jagung kering yang keras, dan pertahan-lahan semua giginya mulai goyang dan tanggal.

Dia juga ditinggalkan oleh semua orang kecuali tiga pengikutnya, termasuk Suzi dan Chumah, yang akhimya membawa tubuhnya kembali ke Inggris. Dia tidak dapat berjalan atau berdiri; dia tidak dapat maju satu langkah pun. Kini ia hanya bisa ditandu, namun komitmennya untuk melayani jiwa-jiwa itu begitu kuat Dengan tandu itu ia masuk semakin dalam ke pedalaman, dan dengan bersandar di tandunya yang ditegakkan, dia memproklamasikan kekayaan Injil Yesus Kristus kepada semua orang yang ditemuinya.

Akhir Hidupnya

Tibalah suatu hari ketika dia bahkan tidak bisa digerakkan. Hujan lebat tercurah! Sebuah pondok kecil cepat-cepat didirikan. Livingstone terbaring di atas tempat tidur kecilnya.Tengah malam, pembantu yang terbaring di pintu masuk untuk mencegah masuknya binatang-binatang liar terbangun. Dia mendengar Livingstone bergerak dan melihat dia dengan penuh penderitaan berguling dari tempat tidumya, dan berlutut dengan tangannya terlipat dalam doa. Anak laki-laki itu kembali tidur. Di pagi hari dia melihat Livingstone masih berdoa. Beberapa utusan datang meminta pertolongannya, dan anak laki-laki ini memberitahu mereka bahwa Livingstone masih berdoa – supaya mereka jangan mengganggu dia. Akhimya, dia sendiri menjadi kuatir dan berbisik kepadanya, “Bwana” (Tuan). Tidak ada jawaban. “Bwana”. Hening. Dia merangkak mendekatinya dan menyentuh pipinya yang sudah dingin.

Betapa tepatnya untuk dikatakan bahwa tidak ada hal apapun di dalam hidupnya yang begitu jelas menggambarkan dirinya seperti ketika dia meninggal. Satu-satunya orang yang saya tahu yang meninggal di atas lututnya dalam doa. Dia menjalani hidupnya dan meninggalkan hidupnya dalam hadirat Allah yang berkata, “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa.” 

Tiga puluh sembilan tahun dia berjalan dengan susah payah menempuh 29 ribu mil di permukaan benua Afrika. Terang bersinar dalam kegelapan. Dua juta orang Afrika dibawa kepada Injil, dan Terang terus bercahaya. Melalui setiap mil dia dikuatkan dan ditopang oleh janji Dia yang berkata, Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa.”

Disadur dari: JERUSALEM TO IRIAN JAYA by RUTH TUCKER dan https://petrusfsmisi.wordpress.com/2007/10/17/david-livingstone/

Posting Komentar untuk "Tokoh Misionaris Kristen Dunia; David Livingstone"