Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cerita Inspiratif Kristen Tentang Kesetiaan - Robert Morrison

Cerita Inspiratif Kristen Tentang Kesetiaan - Robert Morrison

Robert Morrison adalah misio­naris Protestan pertama ke Cina, suatu kekhususan yang patut dicatat mengingat halangan-halangan yang hebat terhadap orang asing dalam wilayah yang tak ramah itu pada paruh awal abad XIX. Doanya adalah bahwa “Allah akan menempatkan dia di bagian dunia dengan kesulitan terbesar yang hampir tak teratasi oleh manusia.” Doanya terjawab.

la bertekun selama 25 tahun di Cina, dan melihat lebih sedikit dari selusin petobat dan pada saat kematiannya hanya tiga penduduk pribumi Kristen Cina di seluruh kekaisaran Cina. Morrison yang dilahirkan pada tahun 1782 di Inggris adalah anak bungsu dari delapan bersaudara. Sebagai seorang anak kecil ia bekerja pada ayahnya yang membuat bentuk-bentuk kayu untuk pembuatan dan perbaikan sepatu.

Itu adalah kehidupan yang sulit di bawah pengawasan ayahnya yang keras, tetapi juga seorang Presbiterian Skotlandia yang saleh, dan hanya sedikit waktu bermain. Waktu “bebas”nya digunakan untuk mempelajari Firman di bawah bimbingan seorang pendeta lokal, Pada usia 15 tahun ia bertobat, dan dalam tahun-tahun berikutnya ia berminat pada misi luar negeri – khususnya setelah ia membaca artikel-artikel dalam majalah misi.

Menjadi seorang misionaris adalah impiannya tetapi ada satu halangan – ibunya. Ada ikatan kasih sayang yang kuat di antara mereka, dan ia tunduk pada tekanan ibu, serta berjanji tidak ke luar negeri selama ibunya masih hidup. Penundaan itu singkat saja. Ibunya meninggal pada tahun 1802 ketika ia berusia 20 tahun. Ia tidak pernah menyesali keputusannya untuk menunggu, bahkan mengenang kesempatan itu sebagai suatu yang berharga untuk melayani dia sebelum kematiannya.

Segera setelah kematian ibunya, ia pergi ke London untuk pelatihan pelayanan. Ia belajar selama dua tahun dan kemudian mendaftar ke Lembaga Misi London (LSM -London Missionary Society) untuk pelayanan ke luar negeri dan di terima. Sukacita karena diterima menjadi berkurang karena sikap rekan dan keluarganya.

Mengapa seorang pendeta muda yang penuh harapan di tanah asal bersedia melayani di tanah kafir? Menghadapi argumentasi- argumentasi dan permohonan mereka, Morrison tetap bertahan. Cina begitu membebani pikirannya, dan begitu ia mengambil keputusan pergi ke sana, pintu terbuka bagi dia untuk belajar dengan ilmuwan Cina yang tinggal di London dan pelayarannya ditunda untuk menemukan rekan yang menyertai dia.

Tak seorang mitrapun ditemukan sehingga Morrison memutuskan pergi sendiri, tetapi tiket ke Cina sulit diperoleh. Perusahaan India Timur menolak membawanya. Akhirnya pada bulan Januari 1807, hampir 5 tahun setelah ke­matian ibunya, ia berlayar dengan kapal Amerika menuju Canton melalui Amerika Serikat. Sementara di Amerika Serikat, Morrison bertemu dengan Sekretaris Negara James Madison yang memberinya surat perkenalan kepada konsul Amerika di Canton.

Di Amerika inilah, ia sering dikutip mengadakan pembicaraan dengan pemilik kapal yang dengan sarkastik menyelidiki misionaris muda ini: “Jadi, Tuan Morison, apakah anda benar-benar berharap menciptakan kesan pada penyembahan Kekaisaran Cina yang besar?” Dan terhadap dia, Morrison menjawab, “Tidak, tuan, tetapi saya berharap Allah akan melakukannya.”

Morrison mencapai Canton pada bulan September 1807, tujuh bulan setelah ia meninggalkan Inggris. Hanya setelah itulah, masalah nyatanya dimulai. la hanya dapat belajar bahasa Cina secara sembunyi; dan kehadirannya di Canton diawasi ketat oleh perusahaan India Timur yang para pejabatnya membatasi setiap aktivitas yang sedikitnya digunakan untuk memulai penginjilan di Cina.

Seperti kasus di India, mereka takut kalau usaha komersial mereka terganggu. Dan yang lebih buruk lagi Morrison harus mengikuti gaya hidup yang serba mewah dari para pejabat perusahaan dan itu sangat menyedihkan dirinya. Kesepian juga suatu percobaan yang me­nyedihkan. Bekerja tanpa mitra sudah cukup sulit, tetapi kurangnya komunikasi dari rumah (meskipun ada surat-surat secara periodik) tak dapat dimaafkan dan mengakibatkan tekanan yang tak diperlukan bagi dirinya.

Satu tahun setelah kedatangannya ia menulis pada seorang teman: “Kemarin saya menerima suratmu yang sangat hangat. Tetapi itu baru surat kedua yang saya terima, setelah menulis sedikitnya dua ratus. “Alasan kenapa saya jarang menerima surat dari keluarga dan teman-teman? Mereka terlalu sibuk.

Meskipun menghadapi banyak keterbatasan di Canton, masa tinggal Morrison di sana tidak terbuang percuma. Segera setelah tiba, ia menemukan dua petobat Katolik Roma yang bersedia mengajarnya bahasa Cina, meskipun demikian karena takut kalau diketemukan oleh pejabat pemerintah, mereka membawa racun mematikan untuk mereka telan ketika ditemukan, supaya mereka tidak menderita karena disiksa.

Morrison belajar bersama mereka dan mulai menyusun suatu kamus dan secara rahasia menerjemahkan Alkitab. Para pejabat perusahaan India Timur begitu terkesan dengan kamusnya sehingga mereka menawarkan jabatan sebagai penerjemah hanya kurang dari 18 bulan setelah ia tiba di sana. Meskipun Morrison merasa tertekan karena harus menerima pekerjaan sekuler, namun ia tahu kalau keputusan itu adalah satu-satunya cara untuk bersepakat dengan perusahaan dan gaji yang banyak juga merupakan dorongan lebih jauh.

Pada saat yang sama itu juga ketika Morrison sedang bernegosiasi dengan perusahaan India Timur, ia juga bernegosiasi dengan seseorang yang penting dalam kehidupannya. Setelah berpacaran beberapa saat, ia menikah dengan Mary Morton, sanak perempuan seorang dokter Inggris yang bertugas di Cina saat itu.

Wanita tidak diijinkan tinggal di Canton, jadi ia mengatur supaya ia hidup bersama dia di Macao, sebuah koloni Portugis, selama setahun enam bulan dan selanjutnya ia bekerja bagi perusahaan India Timur di Canton. Di Macao ia menemukan kaum Katolik Roma lebih membatasi daripada pejabat perusahaan.

Tahun-tahun awal pernikahan Morrison tidak membahagiakan. Perpisahannya dari Mary, juga kesehatan Mary yang memburuk serta kondisi rohaninya hanya sedikit membantu kesejahteraan Morrison. Kepada seorang teman ia menceritakan rahasia ini; “Kemarin, saya tiba di Kanton … saya meninggalkan Mary yang saya kasihi dalam keadaan sakit. Pikirannya yang lemah juga terganggu … Mary yang begitu menderita, Tuhan kira-nya memberkati dia … ia berjalan dalam kegelapan dan tidak memiliki terang.”

Kondisi Mary bertambah baik sesaat, tetapi pada tahun 1815 setelah pernikahan mereka, kesehatannya yang memburuk mengharuskan dia kembali ke Inggris dengan dua anaknya. Setelah berpisah enam tahun, ia dan anak-anaknya kembali untuk suatu reuni yang pendek dan bahagia sebelum ia mati secara tak terduga pada tahun 1821. Tahun berikutnya Morrison secara menyakitkan ber­pisah dengan Rebecca anaknya yang berusia 9 tahun dan John yang berusia 7 tahun. la mengirim mere­ka ke Inggris “untuk dibesarkan sewajarnya; tetapi di atas segalanya, untuk diajar takut akan Tuhan…..” Perpisahan yang lama antara Morrison dan isteri serta anaknya, meskipun sangat menekan dirinya, telah memberikan baginya banyak waktu menerjemahkan Alkitab, suatu tugas yang dilakukan dengan usaha yang keras tanpa kenal lelah.

Ia membenci masa-masa ia bekerja pada East India Company (meski­pun melalui kesempatan itu ia banyak mengembangkan kemampuan berbahasanya), selalu menganggap bahwa yang pertama dan terutama dirinya adalah misionaris Injil, meskipun ia tidak pernah menyatakannya secara terbuka. Petobat pertamanya (terjadi setelah karir misinya berjalan selama tujuh tahun) dilakukan “jauh dan pengamatan manusia” untuk menghindari kemarahan pejabat-pejabat Inggris dan Cina.

la benar-benar tahu kalau keberadaaannya di Cina adalah karena kemurahan East Indian Company. Hal ini terlihat pada tahun 1815 ketika terjemahan Perjanjian Barunya dipublikasikan. la segera disuruh keluar oleh pejabat-pejabat perusahaan. Meski­pun cobaan itu mengakibatkan kekuatiran bagi Morrison, tetapi pemberhentian itu tidak pernah dilaksanakan. Pekerjaannya ternyata tidak dapat digantikan oleh orang lain dalam perusahaan.

Kalau East India Company tersinggung oleh karya terjemahan Morrison itu dapat dimaklumi, tetapi ia kuatir kalau-kalau orang-orang Kristen juga membenci hasil karyanya. Sungguh sayang jika ada kompetisi pahit dalam usaha menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Cina, tetapi itulah yang terjadi. Pada tahun 1806, bahkan sebelum Morrison tiba di Cina, Joshua Marshman, seorang teman Carey di Serampore, telah mulai belajar bahasa Cina dengan harapan untuk menerjemahkan Alkitab.

Ketika Morrison mendengar rencana-rencana Marshman pada tahun 1808, dengan segera ia menulis ke Serampore, tetapi tidak pernah mendapatkan jawaban. Ternyata, Marshman ingin diingat sebagai orang pertama yang mener­jemahkan Alkitab ke dalam bahasa Cina. Ada persaingan sengit (meskipun tidak pernah diungkapkan secara pribadi), termasuk tuduhan plagiarisme yang tidak adil terhadap Marshman oleh beberapa teman Morrison.

Pada akhirnya Marshman memenangkan pertandingan itu, tetapi itu adalah kemenangan yang menyedihkan. Terjemahannya sendiri dikomentari oleh anak laki-lakinya “secara tak dapat dihindari bersifat tak sempurna,” untuk dinilai “terutama sebagai tanda peringatan bagi kegairahan misi dan ketekunannya dalam bidang literatur”, dan mungkin dapat ditambahi dengan kesombongan dan keras kepala.

Terjemahan Morrison yang diperbaiki secara menyeluruh sebelum dicetak (sehingga tertunda), dianggap jauh lebih baik; dan bukannya Marsh­man tetapi Morrisonlah yang secara umum dianggap sebagai perintis penerjemahan Alkitab bahasa Cina. Seteiah menyelesaikan penerje­mahan Alkitab, Morrison kembali ke Inggris pada tahun 1824 untuk mudiknya yang pertama setelah lebih dari 17 tahun.

Meskipun ia seringkali diabaikan di Canton, tetapi ia mendapati dirinya sebagai orang selebriti di Inggris, dan terus menerus dibanjiri dengan undangan untuk berbicara di depan publik. Morrison menaruh perhatian bahwa pelayanannya memiliki kedalaman lebih dari pada stan-stan satu malam yang diadakan menurut para misionaris, jadi ia mengadakan seri kuliah dan pelajaran bahasa bagi mereka yang benar-benar ingin melayani di Cina.

Ia begitu terbeban untuk misi dan bagi pelayanan wanita secara khusus se­hingga ia mengadakan kelas khusus bagi para wanita di rumahnya. Dan yang menarik, salah satu wanita pertama yang bergabung adalah Mary Aldersey yang berusia I5 tahun dan kemudian diingat sebagai wanita yang menjadi perusak kesenangan orang lain dalam salah satu kisah cinta misionaris terbesar dalam sejarah.

Pada tahun 1826, setelah dua tahun’berada di Inggris, Morrison kembali ke Canton, disertai oleh dua orang anak dan isteri barunya. Elizabeth. la meneruskan terjemahan literatur Cina dan penginjilannya secara sembunyi-sembunyi; tetapi waktunya bukan miliknya lagi. Banyak permintaan bagi dirinya sebagai negosiator antara kepentingan komersial Inggris dan Cina yang berselisih. 

Dalam jadwalnya yang sibuk, ia menjadi ayah dari empat orang anak dan makin terbebani oleh tanggungjawab keluarga sampai tahun 1832, ketika ia dengan meneteskan air mata melepas isteri dan anaknya ke Inggris. Pekerjaan perusahaan terus membutuhkan banyak tenaganya, dan Morrison bekerja keras sampai kekuatannya lenyap dan jasmaninya yang lemah tidak tahan lagi. Itu adalah saat yang menekan, tetapi tidak berlangsung lama.

Ia meninggal di Cina pada tahun 1834 sebelum tiba kabar kalau keluarganya telah tiba dengan selamat di Inggris. Kematiannya bersamaan dengan diusirnya East India Company dari Cina dan dengan kematian misionaris perintis besar lainnya, William Carey yang meninggal dua tahun sebelumnya di India.

Disadur daari: JERUSALEM TO IRIAN JAYA by RUTH TUCKER dan https://petrusfsmisi.wordpress.com/2007/10/17/robert-morisson/

Posting Komentar untuk "Cerita Inspiratif Kristen Tentang Kesetiaan - Robert Morrison"