Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Saat Teduh - Renungan Kristen; Kolose 1:9-12 "Doa Orang Yang Dipenjara" oleh Warren W. Wiersbe

 

Saat Teduh - Renungan Kristen; Kolose 1:9-12 "Doa Orang Yang Dipenjara"

Sebab itu sejak waktu kami mendengarnya, kami tiada berhenti-henti berdoa untuk kamu. Kami meminta, supaya kamu menerima segala hikmat dan pengertian yang benar, untuk mengetahui kehendak Tuhan dengan sempurna, sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah,

dan dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya untuk menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar,dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang (TB).

Itulah sebabnya kami selalu berdoa untuk kalian sejak kami mendengar tentang kalian. Kami minta kepada Allah supaya Roh Allah memberikan kepadamu kebijaksanaan dan pengertian sehingga kalian mengetahui dengan sempurna apa kemauan Allah.

Dengan demikian kalian dapat hidup menurut kemauan Allah, dan selalu menyenangkan hati-Nya, sehingga dalam segala sesuatu kalian dapat menghasilkan hal-hal yang baik. Dan pengetahuan kalian tentang Allah pun akan bertambah juga.

Semoga dengan kuasa dari Allah yang agung, kalian dikuatkan sehingga kalian sanggup menderita segala sesuatu dengan sabar dan senang hati dan dengan ucapan terima kasih kepada  Bapa. Sebab Bapa itulah yang membuat kalian layak menerima apa yang disediakan Allah bagi umat-Nya di dalam kerajaan-Nya yang terang (BIMK). Kolose 1:9-12

Doa-doa dalam surat-surat Paulus selama di penjara sangat unik. Pertama, ia berdoa untuk orang lain, bukan untuk dirinya sendiri. Permintaan doanya berpusat pada berkat-berkat rohani dan bukan pada hal-hal jasmani ataupun materi. Tentu saja tidaklah salah untuk mendoakan kebutuhan-kebutuhan jasmani atau materi. Tetapi kebutuhan rohani jauh lebih penting.

Bagaimana kita akan mendoakan sekelompok orang yang belum pernah anda jumpai? Segala yang diketahui oleh Paulus tentang orang-orang percaya di Kolose hanya didengarkan dari gembala mereka yang setia, Epafras. Paulus tahu tentang ajaran palsu yang mengancam jemaat, maka ia memusatkan doanya pada masalah tersebut. Dalam doanya Paulus membawa tiga permohonan.

Ia Berdoa Untuk Pemahaman Rohani (Kol 1:9)

Guru-guru palsu menjanjikan bahwa orang-orang percaya di Kolose akan menjadi orang “berpengatahun” jika mereka menerima ajaran-ajaran baru. Istilah-istilah seperti pengetahuan, hikmat dan pengertian rohani adalah bagian dari kosakata mereka; maka Paulus menggunakan akan istilah itu di dalam doanya.

Iblis sangatlah licik! Ia gemar memanfaatkan kosa-kata kristen, tetapi ia tidak menggunakan kamus Kristen! Jauh sebelum guru-guru palsu mengangkat istilah-istilah ini, kata-kata tersebut telah ada dalam perbendaharaan kata kristen. Frasa, sebab itu mengaitkan doa tersebut dengan apa yang telah ditulis Paulus di ayat 6: “……. Dan mengenal kasih karunia Allah dengan sebenarnya.”

Laporan dari Epafras menyakinkan Paulus bahwa orang-orang percaya ini benar-benar mengenal Kristus dan telah dilahirkan kembali. Tetapi masih banyak yang perlu dipelajari dari dan tentang Dia! Paulus sedang mengatakan, “kamu tidak memerlukan sesuatu pengalaman rohani yang baru. Yang kamu butuhkan hanyalah bertumbuh di dalam pengalaman yang telah kamu miliki di dalam Kristus.

Ketika seseorang dilahirkan ke dalam keluarga Allah oleh iman di dalam Yesus Kristus, ia dilahirkan dengan segala yang diperlukannya untuk pertumbuhan dan kedewasaan. Inilah tema surat Kolose: “Dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia” (2:10). Tidak dibutuhkan pengalaman lain selain kelahiran kembali.

Jangan mengejar sesuatu yang baru, pesan Paulus kepada jemaat itu. Tetaplah bertumbuh dalam apa yang telah kamu terima sejak awal. Setiap orang percaya perlu “mengetahui kehendak Tuhan.” Kata Yunani yang diterjemahkan mengetahui dalam ayat ini mengandung makna “pengetahuan penuh.”

Selalu ada hal baru yang dapat dilejari tentang Allah dan kehendak-Nya untuk hidup kita. Tidak seorang kristenpun berani berkata ia telah “lulus” dan tidak perlu belajar lagi. Seperti seorang mahasiswa baru yang menyerahkan laporan 10 halaman tentang “sejarah alam semesta” orang Kristen hanya dapat mengakui kebodohannya.

Kehendak Allah penting untuk kehidupan kristen yang berhasil. Allah ingin kita mengetahui (Kis 22:14) dan mengerti akan kehendak-Nya (Ef 5:17). Allah bukan dictator yang jauh memberi perintah tanpa penjelasan. Karena kita sahabat-sahabat-Nya, kita dapat mengetahui apa yang sedang dikerjakan-Nya dan mengapa Ia mengerjakan-Nya (Yoh 15:13-15).

Ketika kita mempelajari firman-Nya dan berdoa, kita menemukan kebenaran-kebenaran baru yang menggairahkan tentang kehendak Allah bagi umat-Nya. Kata dipenuhi (LAI menterjemahkannya menerima (ayat 9) adalah kata kunci dalam kitab Kolose. Kata ini juga merupakan kata kunci dalam pengajaran guru-guru palsu yang telah menyerbu jemaat di Kolose. Paulus menggunakannya berkali-kali (Lihat Kol 1:19,25; 2:9-10; 4:12,17).

Kata ini bermakna “diperlengkapi sepenuhnya” dan digunakan untuk menjelaskan tentang sebuah kapal yang siap berlayar. Di dalam Kristus orang-orang percaya memiliki segala sesuatu yang diperlukannya untuk pelayanan hidup. “Dan kamu telah dipenuhi di dalam Dia” (Kol 2:10). Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima” (Yoh 1:16).

Dalam bahasa Perjanjian Baru, dipenuhi bermakna “dikendalikan oleh.” Bila kita dipenuhi kemarahan maka kita akan dikendalikan oleh kemarahan. “Penuh dengan Roh” (Ef 5:18) bermakna “dikendalikan oleh Roh.” Jadi, Paulus berdoa agar umat percaya dikendalikan oleh pengetahuan sempurna tentang kehendak Allah.

Tetapi bagaimana ini berlangsung? Bagaimana orang-orang percaya dapat bertumbuh dalam pengetahuan yang sempurna tentang kehendak Allah? Perkataan Paulus sebelumnya di ayat 9 memberi penjelasan; “dengan menerima segala hikmat dan pengertian rohani” (terjemahan harfiah). Kita mengerti kehendak Allah melalui firman-Nya. Roh Kudus akan mengajar kita bila kita berserah kepada-Nya (Yoh 14:26; 16:13).

Bila kita berdoa dan mencari kehendak Allah dengan tulus, Allah oleh Roh Allah akan mengaruniakan kepada kita hikmat dan pengertian yang kita perlukan (Ef 1:17). Kehendak umum Allah untuk semua anak-Nya dinyatakan dengan jelas dalam alkitab. Kehendak khusus Allah untuk situasi tertentu harus sejalan dengan apa yang telah dinyatakan-Nya dalam firman-Nya.

Semakin baik pemahaman kita akan kehendak umum Allah, maka semakin mudah bagi kita untuk menentukan petunjuk khususnya bagi kehidupan kita sehari-hari. Paulus kita mendorong jemaat di Kolose untuk mengejar penglihatan dan menantikan suara. Ia berdoa agar mereka semakin dalam mengenal firman Allah sehingga mereka memiliki hikmat dan pengertian yang lebih besar tentang kehendak Allah.

Ia ingin mereka memiliki “segala hikmat” bukan supaya mereka tahu tentang segala sesuatu, tetapi supaya mereka memiliki segala hikmat yang perlu untuk membuat keputusan dan untuk hidup berkenan kepada Allah.

Pemahaman rohani mengawali kehidupan kristen yang berhasil dan berbuah. Allah tidak memberi premi kepada kebodohan. Saya pernah mengikuti sekolah alkitab. Saya hanya orang kristen yang bersemangat dan saya bangga dengan hal ini. Untuk mendapatkan pemahaman rohani, seseorang tidak harus bersekolah, tetapi juga seharusnya ia tidak membesar-besarkan “semangatnya.”

Hamba-hamba Allah yang besar seperti Charles Spurgeon, G. Campbell Morgan dan H. A Ironside tidak sempat memiliki Pendidikan alkitab formal. Tetapi mereka tekun dan setia di dalam firman Tuhan, mempelajari kebenaran-kebenaran mendalam melalui pendalaman, perenungan dan doa berjam-jam. Langkah pertama kearah kepenuhan hidup adalah pengetahuan rohani – bertumbuh dalam kehendak Allah dengan cara memahami firman Allah.

Ia Berdoa Untuk Ketaatan Praktis (Kol 1:10)

Guru-guru palsu di Kolose berusaha menarik orang-orang dengan menawarkan “pengetahuan rohani” tanpa mengaitkan pengetahuan ini dengan kehidupan. Dalam kehidupan Kristen, pengetahuan dan ketaatan harus sejalan. Tidak ada pemisahan antara pelajaran dan kehidupan nyata. Hikmat yang Paulus doakan bukan sekedar rangkuman pengetahuan kebenaran rohani yang dalam (1:28; 2:3; 3:16; 4:5).

Hikmat rohani yang benar harus mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Hikmat dan kepandaian praktis harus sejalan (Kel 31:3; Ul 4:6; 1 Kor 1:19). Dalam pelayanan pengembalaan, saya sering bertemu dengan orang-orang yang telah diracuni oleh “penyelidikan kebenaran-kebenaran alkitab yang lebih dalam.” Biasanya mereka telah diberi sebuah buku atau mendapatkan kaset-kaset pengajar tertentu.

Tidak lama kemudian, karena sudah terlalu pintar, mereka menjadi pandir! “kebenaran-kebenaran yang lebih dalam” yang mereka temukan justru melencengkan mereka dari kehidupan kristen praktis. Alih-alih memiliki hati yang berkobar-kobar oleh ketaatan kepada Kristus (Luk 24:32), mereka menjadi besar kepala dan mulai menimbulkan masalah dalam keluarga dan jemaat mereka.

Semua kebenaran alkitab bersifat praktis bukan teoritis. Jika kita bertumbuh dalam pengetahuan, kita juga harus bertumbuh dalam kasih karunia (2 Ptr 3:18). Dua kata yang merangkum kepraktisan kehidupan kristen; berjalan dan bekerja. Urutannya penting disini, pertama; hikmat, kemudian berjalan dan lalu bekerja.

Saya tidak dapat bekerja untuk Allah kecuali jika saya berjalan bersama-Nya, tetapi saya tidak dapat berjalan bersama-Nya, jika saya tidak mengetahui kehendak-Nya. orang percaya yang meluangkan waktu setiap hari membaca firman Allah dan berdoa (Kis 6:4) akan mengetahui kehendak Allah dan dapat berjalan bersama-Nya dan bekerja untuk Dia.

Bagaimanapun, tujuan hidup kita bukan untuk menyenangkan diri kita sendiri, melainkan untuk menyenangka Tuhan. Hidup kita kita harus sepadan dengan panggilan kita (Ef 4:1) dan sepadan dengan kehendak Allah (1 Tes 2:12). Singkatnya kita harus hidup berkenan di hadapan Allah (2 Tes 4:1). Bukan kita yang bekerja untuk Allah; Allah-lah yang bekerja di dalam kita dan melalui kita untuk menghasilkan buah kasih karunia-Nya (Fil 2:12-13).

Pelayanan kristen adalah buah dari kehidupan kristen yang taat. Perbuatan yang kita lakukan mengalir dari kehidupan yang kita jalani. Dengan tinggal di dalam Kristus kita dapat berbuah (Yoh 15:1). Allah harus membentuk pekerja sebelum Ia dapat melaksanakan pekerjaan. Allah menghabiskan 13 tahun mempersiapkan Yusuf untuk pelayanan di Mesir dan 80 tahun untuk mempersiapkan Musa memimpin Israel.

Yesus menghabiskan 3 tahun untuk melatih murid-murid-Nya bagaimana menghasilkan buah; bahkan rasul Paulus yang terpelajar memerlukan “pelatihan pasca sarjana” di Arab sebelum ia melayani Allah dengan efektif.

Bayi yang baru lahir dapat menangis dan menarik perhatian orang, tetapi ia tidak dapat bekerja. Seorang kristen baru dapat bersaksi bagi Kristus dan memenangkan orang lain – tetapi ia harus diajar berjalan dan mengenal hikmat Allah sebelum ia ditempatkan dalam suatu tanggungjawab pelayanan.

Hikmat Allah menyatakan kehendak Allah. Bila kita menaati kehendak Allah dalam perjalanan hidup kita, kita dapat bekerja untuk Dia dan menghasilkan buah. Kita tidak dapat melayani Allah hanya sewaktu-waktu saja; kita harus “memberi buah dalam segala pekerjaan baik” (Kol 1:10). Tetapi ada hasil tambahan yang membahagiakan dari pengalaman ini; “bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah” (ay 10).

Bila kita berjalan dengan Allah dan bekerja untuk Dia, kita akan semakin mengenal-Nya. kehidupan Kristen kita sangat membutuhkan akan keseimbangan. Tentu kita akan mengenal Allah dengan lebih baik bila kita berdoa di kamar pribadi kita dan pada waktu kita merenungkan firman-Nya. Tetapi kita juga akan mengenal Dia saat kita berjalan dalam kehidupan sehari-hari dan bekerja untuk menenangkan orang lain dan menolong umat-Nya.

Ibadah dan pelayanan tidaklah bersaing. Keduanya selalu sejalan. Ketika masih melayani di bumi, Tuhan kita menarik diri ke tempat yang sunyi untuk berdoa – kemudian Ia keluar melayani. Kita harus menghindari mistik atau antusiasme daging yang ekstrim. Bila kita meluangkan waktu bersama Allah, kita akan mengerti Dia dan kehendak-Nya untuk hidup kita; dan ketika kita keluar untuk menaati Dia, kita akan semakin mengenal Dia.

Ketaatan praktis berarti menyenangkan Allah, melayani Dia dan berusaha mengenal Dia lebih baik lagi. Suatu ajaran yang memisahkan orang percaya dari kebutuhan dunia disekitarnya bukanlah ajaran rohani. Penginjil D. L Moody sering berkata “setiap kebenaran alkitab harus terikat di kulit sepatu.” Paulus tentu sependapat.

Paulus telah berdoa agar kita memiliki pengetahuan rohani dan pengetahuan rohani ini harus membawa pada ketaatan praktis. Tetapi ada permintaan ketiga yang memperlengkapi dua permintaan pertama ini; yang tanpanya kehidupan kristen tidak akan dewasa.

Ia Berdoa Untuk Moral Yang Baik (Kol 1:11-12)

Hikmat dan perbuatan harus selalu terkait dengan karakter moral. Salah satu masalah besar dalam dunia injili kita saat ini adalah penekanan pada “pengetahuan rohani” dan “pelayanan kristen” tanpa mengaikatkan hal-hal penting ini dengan masalah pribadi. Beberapa penghkotbah dan pengajar misalnya, mengaku memiliki hikmat Allah – namun kurang memiliki kasih dan kebaikan hati serta sifat-sifat dasar lain yang membuat kehidupan kristen tampak indah dan berbeda.

Bahkan beberapa “orang kristen pemenang jiwa” sangat sibuk melayani Allah dan tidak mempunyai waktu untuk menyelidiki fakta-fakta – sehingga mereka menyebarkan kebohongan tentang orang-orang kristen lain. Selama beberapa bulan, saya membaca sebuah terbitan rohani. Tetapi menyadari ketika mereka tidak mempunyai kolom “surat pembaca” (kecuali yang berisi pujian), dan tidak pernah meralat dan meminta maaf atas suatu kesalahan, saya berhenti membaca masalah tersebut.

Pengetahuan, perbuatan dan pelayanan serta karakter harus selalu sejalan. Kita mengetahui kehendak Allah supaya kita dapat menaatinya dan dalam ketaatan kepada firman Allah kita melayani Dia dan bertumbuh dalam karakter kristen. Meski tidak seorangpun seimbang dalam keempat factor ini, kita harus berusaha untuk mencapai keseimbangan tersebut.

Kita dikuatkan oleh kekuatan Allah. Dikatakan dalam ayat 11 “dikuatkan dengan segala kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya” Paulus menggunakan dua kata Yunani yang berbeda untuk kekuatan Allah: dunamis (yang menjadi asal kata dinamit) yang artinya “kekuatan yang ada di dalam” dan kratos yang berarti “kekuatan yang dinyatakan” kekuatan yang diwujudkan di dalam tindakan.

Kasih karunia kehidupan kristen kita hanya dapat dihasilkan oleh karya kekuatan Allah dalam hidup kita. Petumbuhan rohani dan kedewasaan hanya dapat terjadi bila kita berserah kepada kekuatan Allah dan mengijinkan Dia bekerja di dalam kita.

Kita sering berpikir kekuatan Allah yang mulia hanya dinyatakan dalam perbuatan-perbuatan gagah berani – bangsa Israel menyeberangi Laut Merah, Daud memimpin pasukan perkasa atau Paulus membangkitkan orang mati. Tetapi yang ditekankan disini adalah karakter kristen; tekun, sabar, bersukacita dan bersyukur.

Kemenangan batin dalam roh sama besarnya atau bahkan lebih besar daripada kemenangan-kemenangan jasmani yagn tercatat dalam lembaran-lembaran sejarah. Bagi Daud, kemenangannya ketika menahan diri terhadap hinaan dan perlakuan Simei lebih besar dari pada ketika ia membunuh Goliat (2 Sam 16:5-13). “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota” (Ams 16:32).

Kata tekun berarti “bertahan ketika situasi menjadi sulit” lawan katanya patah semangat. Kata ini tidak pernah digunakan terhadap Allah, karena Allah tidak pernah menghadapi situasi sulit. Tidak ada yang mustahil bagi Allah (Yer 32:27). Ketekunan adalah ciri penting kehidupan kristen yang dewasa. Jika kita tidak belajar bertekun, kita sulit mempelajari apapun juga.

Sebagai orang percaya kita dapat bersukacita bahkan ditengah-tengah kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa “kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan (Rm 5:3-4). Kita tidak dapat menyamakan ketekunan dengan kepasrahan. Ketekunan adalah ketahanan di dalam tindakan. Bukan seperti seorang kristen yang duduk di kursi malas, menunggu Allah melakukan sesuatu.

Ketekunan itu seperti seorang prajurit di medan perang yang tetap bertahan ketika keadaan semakin sulit. Seperti seorang pelari di jalur perlombaan, yang tidak mau berhenti karena ia ingin memenangkan perlombaan (Ib 12:1). Terlalu banyak orang kristen yang cenderung berhenti ketika keadaan menjadi sulit. Dr. V Raymond Edman yang saleh, mantan presiden Wheaton College (Illinios) sering mengingatkan para mahasiswa “selalu terlalu cepat untuk berhenti.”

 Saya sering merenungkan pernyataan tersebut ketika saya mendapati diri saya ditengah-tengah ujian. Bukan talenta atau pelatihan yang menjamin kemenangan, melainkan ketekunan. “dengan ketekunan siput mencapai perahu, tulis Charles Spurgeon.

Disamping ketekunan kita juga memerlukan kesabaran. Kata ini bermakna “penguasaan diri” dan lawan katanya adalah pembalasan. Ketekunan terutama berhubungan dengan keadaan atau situasi sedangkan kesabaran berkaitan dengan orang.

Allah sabar terhadap manusia karena kasih dan rahmat-Nya (2 Pet 3:9). Kesabaran menjadi salah satu buah roh (Gal 5:22) dan salah satu “jubah kasih karunia” yang harus dikenakan pada roh orang percaya (Kol 3;12). Mengherankan melihat seorang yang bertekun menghadapi situasi sulit, tetapi kehilangan kesabaran ketika menghadapi sahabat atau orang yang dikasihi.

Musa tekun menghadapi persaingan dengan Firaun di Mesir. Tetapi ia kehilangan kesabaran terhadap umatnya sendiri dan akibatnya, kehilangan haknya untuk masuk ke tanah perjanjian (Bil 20). Orang yang bodoh tak mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya (Ams 25:28). Ketekunan dan kesabaran harus sejalan jika kita ingin bertumbuh secara rohani. Paulus memasukkan keduanya ke dalam daftar ciri-ciri pelayan Yesus Kristus yang sejati (2 Kor 6:4-6).  

Tentu saja Paulus sendiri memperlihatkan karakter-karakter ini dalam hidupnya (2 Tim 3:10). Teladan agung untuk ketekunan dan kesabaran dalam Perjanjian Lama adalah Ayub (Yak 5:10-11). Dalam Perjanjian Baru tentu saja Yesus Kristus guru agung kita. Mudah bagi Allah untuk mengadaka mukjisat di alam materi atau alam jasmani, karena segala sesuatu yang diciptakan-Nya taat kepada perintah-Nya.

Yesus dapat menyembuhkan telinga Malkus, tetapi Ia tidak dapat secara otomatis mengubah hati Petrus dan menyingkirkan kebencian dan kekejaman yang ada di dalamnya (Luk 22:5-51). Allah dapat mengeluarkan air dari gunung batu, tetapi Ia tidak dapat memaksa Musa untuk bersabar.

Seorang pendeta sering mengunjungi seorang pemuda kristen yang mengalami luka bakar yang parah. Pemuda itu harus berbaring kaku selama berjam-jam dan mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sederhana sekalipun. Seandainya Allah melakukan mukjizat dan menyembuhkan saya, kata pemuda itu kepada pendeta suatu hari.

“Allah sedang melakukan suatu mukjisat” jawab pendeta itu, “tetapi mukjizat bukan seperti yang kamu ingingkan. Saya telah melihat kamu bertumbuh dalam kesadaran dan kebaikan hati selama minggu-minggu ini. Bagi saya itu adalah mukjizat yang lebih besar daripada kesembuhan tubuhmu.

Kekuatan Allah dalam hidup kita bukan hanya dinyatakan dalam ketekunan dan kesabaran, tetapi juga dalam sukacita. Bila keadaan menjadi sulit, kita harus memperlihatkan ketekunan dengan sukacita; dan ketika orang-orang sulit dihadapi, kita harus memperlihatkan kesabaran dan sukacita. Ada ketekunan yang “bertahan tetapi tidak memiliki sukacita.” Paulus berdoa agar jemaat kristen di Kolose memiliki ketekunan dan kesabaran dengan sukacita.

Kita sering mempertukarkan sukacita dengan kebahagiaan, tetapi keduanya harus dibedakan. Kebahagiaan sering bergantung pada keadaan. Jika keadaan menguatkan dan orang-orang menyenangkan kita merasa Bahagia. Tetapi sukacita terpisah dari keadaan maupun orang-orang. Surat Paulus yang sangat sarat dengan sukacita adalah surat Filipi dan surat ini ditulisnya di penjara ketika ia tengah menghadapi kemungkinan mati sebagai martir demi imannya.

 Hanya roh Allah yang bekerja di dalam kita, yang dapat memberi kita sukacita di tengah-tengah keadaan dan orang-orang yang bermasalah. “Buah Roh ialah…. Sukacita” (Gal 5:22). Sukacita bukan sesuatu yang kita “upayakan” melainkan suatu yang “dikerjakan” Roh di dalam kita – “sukacita oleh Roh Kudus” (Rm 14:17).

Saya dapat mengingat saat-saat dalam hidup saya ketika semua keadaan disekitar saya mengarah pada kesulitan dan kemungkinan kekalahan. Namun hati saya dipenuhi dengan sukacita rohani yang hanya dapat berasal dari Allah. Harus diakui bahwa saya juga mengalami (jauh lebih banyak!) saat-saat ketika saya menyerah terhadap masalah-masalah di sekitar saya, serta kehilangan sukacita dan kemenangan.

Bukti keempat adanya kekuatan Allah dalam kehidupan kita adalah ucapan syukur. Orang-orang kristen yang penuh dengan roh Kudus akan bersukacita dan bersyukur (Ef 5:18-20). Ketika kita kehilangan sukacita, kita mulai bersungut-sungut dan bersikap kritis. Surat Kolose penuh dengan ucapan syukur. Paulus mengucap syukur untuk jemaat di Kolose (Kol 1:3). Dan ia berdoa agar mereka bertumbuh dalam ucapan syukur kepada Allah (1:12).

Kehidupan kristen harus berlimpah dengan ucapan syukur (2:7). Salah satu bukti pertumbuhan rohani dalam pendalaman alkitab kita adalah ucapan syukur (3:15-17). Doa-doa kita juga seharusnya berisi ucapan syukur (4:2). Orang kristen yang penuh dengan Roh, penuh dengan firman Tuhan dan berjaga-jaga dalam doa akan membuktikannya dengan sikap yang menghargai dan bersyukur kepada Allah.

Orang yang tabiatnya suka menghargai, tetapi ada yang tidak; dan jenis orang yang terakhir ini yang sangat banyak membutuhkan kekuatan Allah untuk mengungkapkan rasa syukur. Kita harus ingat, segala pemberian yang baik berasal dari Allah (Yak 1:17) dan Ia adalah (sebagaimana dikatakan oleh para teolog); “Sumber, penopang, dan akhir dari segala sesuatu.” Bahkan nafas kita adalah pemberian Cuma-Cuma dari Allah.

Tidak jauh dari rumah saya berdiri kampus Northwestern University, Evanston, Illinois. Bertahun-tahun lalu, Lembaga Pendidikan ini memiliki tim penyelamat untuk menolong para penumpang kapal-kapal di danau Michigan. Pada tanggal 8 September 1960, sebuah kapal penumpang, Lady Elgin, bergerak dengan susah payah di dekat Evanston, dan seorang mahasiwa pelayanan, Edward Spencer secara pribadi menyelamatkan 17 orang.

Perjuangan pada hari itu telah merusak kesehatannya secara permanen dan ia tidak mampu meneruskan pelatihan pelayanannya. Ketika ia meninggal beberapa tahun kemudian, tidak seorangpun dari ketujuh belas penumpang yang diselamatkannya pernah datang untuk berterima kasih kepadanya. Rasa syukur bertentangan dengan kepentingan diri. Orang yang mementingkan diri berkata, “saya layak memperoleh apapun disekitar saya! Orang lain harus membuat saya Bahagia.

Tetapi orang kristen yang dewasa menyadari bahwa kehidupan adalah pemberian Allah dan berkat-berkat dalam kehidupan hanya berasal dari kelimpahan tangan-Nya. Tentu saja, sebuah berkat yang harus selalu mendorong kita mengucap syukur adalah bahwa Allah telah “melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang” (Kol 1:12).

Kata layak berarti “memenuhi syarat” Allah telah membuat kita memenuhi syarat untuk masuk surga! Dan sambil menantikan kedatangan Kristus kembali, kita menikmati bagian yang ditentukan untuk kita di dalam Dia (Ef 1:11, 18-23). Di Perjanjian Lama, umat Allah memiliki warisan jasmani, tanah Kanaan, umat kristen saat ini memiliki warisan rohani di dalam Kristus.

Kanaan bukan gambaran surga, karena di surga tidak akan ada peperangan dan kekalahan. Kanaan adalah gambaran warisan yang kita miliki di dalam Kristus saat ini. Kita harus mengklaim warisan kita dengan iman ketika kita melangkah maju berdasarkan janji-janji Allah (Yos 1:1-9). Dari hari ke hari, kita mengklaim berkat-berkat kita dan ini seharusnya membuat kita semakin bersyukur kepada Tuhan.

Bila kita mengkaji doa yang luar biasa ini, kita lihat betapa mendalam pengaruh doa ini. Kita memerlukan pemahaman rohani jika kita ingin hidup berkenan kepada Allah. Kita juga membutuhkan ketaatan praktis dalam hidup dan pekerjaan kita. Tetapi hasil dari semua ini haruslah kekuatan rohani dalam manusia batiniah kita, kekuatan yang membawa kepada ketekunan dan kebesaran yang penuh sukacita dan yang disertai dengan ucapan syukur.

Disadur dari buku; Utuh Di Dalam Kristus (Menjadi Pribadi Yang Utuh Sesuai Maksud Allah) oleh Warren W. Wiersbe

Posting Komentar untuk "Saat Teduh - Renungan Kristen; Kolose 1:9-12 "Doa Orang Yang Dipenjara" oleh Warren W. Wiersbe"