Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

6 Bahan Renungan - Saat Teduh Harian Dari Kitab Mazmur (Chris Tiegreen)

 

6 Bahan Renungan - Saat Teduh Harian Dari Kitab Mazmur (Chris Tiegreen)

Kitab suci adalah buku pengangan utama bagi setiap orang Kristen yang rindu dan ingin terus bertumbuh di dalam pengenalan akan Allah. Kita perlu mengenal Kristus setiap harinya – dengan kata lain kita perlu mengusahakan akan pertumbuhan iman kita di dalam Dia setiap harinya.

Selain kitab suci yang kita baca – Dia juga menyediakan kepada kita sarana atau alat yang lain untuk menunjang pertumbuhan iman kita. Hari ini kita akan dengan mudah mengaksesnya, kita bisa menonton rekaman-rekaman khotbah yang di bagikan di channel-channel youtube dan di media sosial lainnya – kita bisa belajar mengenal Dia dari mana saja dan siapa saja.

Nah salah satunya adalah buku renungan Harian yang ditulis oleh Chris Tiegreen, saya sendiri sudah membaca beberapa bagian dan sangat menikmatinya – apa yang saya tulis di dalam blog ini merupakan renungan-renungan beliau dari kitab Mazmur – saya juga rindu anda menikmatinya..

Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Mazmur 42:2

Cobalah tanya seratus orang kristen, apakah mereka bersyukur punya hubungan dengan Allah, dan kebanyakan dari mereka akan menjawab ya. tanyakanlah lagi kepada mereka apakah hubungan mereka sempurna dan utuh, dan hampir semua dari mereka akan menjawab tidak. Mengapa? Karena walaupun kita senang mengenalNya, kita tidak bisa cukup mengenalNya.

Selalu ada yang lebih lagi dari Dia. Ketika berhubungan dengan Allah, kita tidak puas dengan status quo. Itu bagus. Allah tidak puas dengan status quo dalam hidup kita. Dia mau kita bersyukur, tapi Dia tidak mau kita puas. Walaupun Dia senang kita mengejarNya, Dia lebih senang lagi saat kita mencari-Nya, saat ada hati yang merindukanNya dan melakukan sesuatu untuk memuaskan akan kerinduan itu. Dia senang itulah adalah ketidakpuasan yang kudus dan itu baik untuk kita.

Ada orang yang berpikir apakah tidak apa meminta Allah muncul, berbicara, bergerak dengan kuasaNya - seakan-akan mencari pengalaman tersebut merendahkan iman. Walaupun mungkin kita bisa mencari pengalaman sebagai pengganti iman, tapi tidak ada salahnya mencari pengalaman dengan alasan yang benar.

Kita harus menginginkan pertemuan dengan Allah dan dengan rindu mencari Dia. Iman bahwa Dia ada dan ingin berhubungan dengan kita harus kita lihat sebagai undangan untuk mendekat kepadaNya. Jika kita melihatnya seperti itu, maka kita akan mendapat kedekatan di dalam Dia dan hanya Dia saja.

Jangan segan meminta Allah memberikan diriNya lebih lagi – rasakan kebaikanNya lebih lagi, dengarkanlah firmanNya yang memberi arahan dan dorongan lebih lagi, sadari apa yang Dia lakukan lebih lagi. Bersyukurlah untuk apa yang sudah dia beri dan jangan patah semangat karena kurang iman yang membutuhkan bukti terlihat, tapi kejarlah pengalaman hubungan dengan Dia – berusaha untuk mengalami Dia dalam kehidupan kita.

Jauh di dalam jiwa yang terdalam, kita semua merindukanNya. Kerinduan ini adalah undangan yang terukir di hati kita untuk mendekat kepadaNya. Mintalah Dia untuk memuaskan kita lebih dan lebih lagi.

. . .

Tuhan, aku tidak malu mencari pengalamMu, aku menyukai hubungan dengan-Mu, tapi aku tidak puas. Berikanlah kepadaku kerinduan untuk mencari-MU lebih lagi.

Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku. Mazmur 22:1

Setiap orang yang telah berjalan dengan Allah untuk waktu tertentu mengalami akan keputusasaan. Yusuf pasti telah mengalaminya ketika mimpi yang diberikan Allah kepadanya membuatnya dijual oleh saudara-saudaranya ke negeri lain. Daud pasti mengalaminya ketika ia diasingkan oleh raja Saul.

Yesus tentu mengalaminya ketika Dia mengutip mazmur ini di kayu salib. Mereka yang paling bergaul dengan hadirat Allah adalah orang-orang yang paling sensitive akan ketidakhadiranNya.

Allah mengizinkan krisis-krisis ini – waktu-waktu ini agar dimana kita benar-benar terdis-orientasi mengenai apa yang Dia lakukan dan dimana Dia berada. Kita dapat berjalan dekat-Nya selama bertahun-tahun, yakin akan arahan dan hadiratNya, dan tiba-tiba mengalami kejadian yang terlihat seperti malapetaka dan merasa bahwa Dia tidak ada dimana-mana.

Seperti Ishak diatas altar yang menatap pisau Abraham dan bertanya-tanya kemana perginya kasih, kita dapat menatap tindakan Bapa kita dan merasa telah menjadi korbanNya. Bagaimana kita merespos krisis ini amatlah penting.

Apakah kita akan menuduh Dia telah salah dalam mengatasi masalah kita, menahan sesuatu yang baik, atau bahkan menghianati kepercayaan kita? Apakah kita akan tetap bersikeras mempercayai Dia ketika kita tidak mengerti? Kita mengetahui jawaban yang benar, tetapi sewaktu kita terabaikan, jawabannya tidaklah mudah.

Ketika kita berseru kepada Allah karena kelihatannya Dia telah mengabaikan kita, ketahuilah bahwa kontradiksi akan hadiratNya tidaklah aneh. Bahkan, jika kita memiliki hatiNya, kita akan merasa “kadang-kadang” Dia benar-benar tidak hadir.

Hal ini tidakalah terelakkan. Ini adalah salah satu caraNya dalam mempersiapkan anda pada tingkat berikutnya. Responlah di dalam iman dan kepercayaan, maka hadirat dan tujuanNya akan terlihat lebih jelas.  

. . .

Tuhan, kadang-kadang aku terabaikan. Aku tidak selalu tahu apa yang Engkau kerjakan, dan ada waktu-waktu ketika semuanya itu terasa menyakitkan. Bantulah aku untuk melawati masa-masa itu dengan kepercayaan dan tolong kembalikan kedekatan yang telah kita bina.

Allah memandang dari ke bawah dari sorga kepada anak-anak manusia, untuk melihat apakah ada yang berakal budi dan yang mencari Allah. Mazmur 53:2

Orang tua yang baik mencermati keinginan hati anaknya dan berusaha memupuk keinginan yang baik. Apakah anak itu hanya menginginkan barang, status, ataupun prestasi? Atau apakah ia juga menginginkan relasi yang baik, hikmat dan kasih sayang? Orang tua yang baik ingin melihat kerinduan akan kebenaran, keadilan dan pemahaman berpadu dengan berbagai keinginan normal lainnya yang biasa dialami semasa kanak-kanak.

Saat prioritas seorang anak sudah benar, mendidiknyapun lebih mudah dan orang tua bebas memfokuskan anak pada hal-hal yang bermanfaat ketimbang didikan yang keras.

Allah menyelidiki hati kita untuk melihat apakah kita merindukan Dia, pemahanNya lalu mencari Dia. Dia memperhatikan kerinduan hati kita dan membantu kita menumbuhkan akan kerinduan yang benar itu.

Apabila kita disibukkan oleh berbagai hal yang kemudian justru mengotori hati kita atau menyelewengkan langkah kita, niscaya Dia akan mengagalkan keinginan itu demi melindungi kita, atau memenuhi sampai kita tersadar akan betapa sia-sianya keinginan itu. Intinya tujuan Allah adalah mengarahkan anda dan saya kepada kepuasan sejati yang hanya ada di dalam Dia.

Kerinduan kita penting bagi Allah. Dia memahami akan segala arah keinginan kita, namun bila kerinduan kita akan hadiratNya melampuai segala keinginan yang lain, maka Dia akan memuaskannya dan akan lebih berkenan untuk memenuhi keinginan kudus kita yang lainnya juga.

Konteks Mazmur 53 adalah kekecewaan Allah karena tidak ada seorangpun mencari Dia atau memahami siapa Dia sebenarnya – atau bahkan bahwa Dia ada. Namun ratapan ini juga mengungkapkan sikap posetif yang dicari-Nya. Tatkala kerinduan kita yang pertama dan utama adalah untuk mencari Allah, Dia-pun akan merasa puas dan Dia menanggapi kerinduan kita itu dengan memenuhinya dan menganugerahkannya kepada kita.

. . .

Tuhan, segala kerinduanku berada di dalamMu. Aku tahu bahwa Engkaulah akar segala keinginan ataupun kerinduan yang kumiliki. Aku memalingkan hatiku kepadaMu dan memohon penggenapanMu. Kiranya Engkau berkenan akan pencarianku terhadapMu dan memenuhinya seutuhnya di dalam kasih karunia-Mu yang tak terhingga itu.

Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Mazmur 46:10

Kadang-kadang dalam kitab suci, Allah ingin kita diam dan menatap keselamatanNya – hanya perlu menerimanya. Di waktu lain, Dia memberitahu umatNya untuk maju, mengambil langkah iman. Keduanya merupakan pendekatan kitab suci yang sah.

Tetapi Dia tidak pernah memberitahu kita untuk membiarkan rasa tidak aman, keraguan dan kegelisahan mengendalikan kita secara obsesif ke masa depan. Kita tidak dapat menggenggam masa depan dengan usaha kita sendiri dan kita tidak dapat menerima pemenuhan janji-janji Allah dengan rasa gelisah ataupun dengan perjuangan yang keras (usaha kita sendiri).

Ya, kita mungkin bergumul dengan Dia, bertahan dan bertahan dalam iman, tetapi pada akhirnya kita harus bergantung sepenuhnya kepada kekuatanNya. Kita mengalami Dia dan pemeliharaanNya dengan beristirahat di dalam pribadi-Nya.

Tempat hadirat Allah adalah tempat kita datang dan berdiam diri. Ketika kita mengenal siapa Allah – tidak hanya secara intelektual, tetapi dalam pusat diri kita – kita memiliki damai sejahtera yang melampaui akal. Kita tahu bahwa kehendakNya baik dan kekuatanNya dapat melakukan kehendakNya dan kita baik-baik saja dengan apapun yang Dia kerjakan.

Kita mampu menenangkan diri, berhenti berjuang keras dengan mengandalkan kekuatan diri kita dan kita beristirahat di dalam Dia. Mungkin ini merupakan istirahat yang aktif, disengaja, tetapi tetap saja beristirahat.

Bagaimana kita bisa sampai ke tempat itu? Tentu saja dengan pilihan kita. Kita hanya perlu memilih untuk percaya dalam kebijaksanaan, kekuatan dan kasihNya. Tapi juga membantu, jika kita fokus pada kata-kata yang mengikuti ayat ini – Allah akan ditinggikan di antara bangsa-bangsa, di bumi dan bahkan di kehidupan dan situasi kehidupan kita sendiri. Dijamin. Dan apapun yang kita lalui, “Tuhan semesta alam menyertai kita” (ay 11).

Seperti biasa hadiratNya adalah kuncinya. Jika kita benar-benar percaya akan hal ini, jika ini benar-benar kita simpan di dalam hati kita, jika kita hidup mengetahui dan merasakan hadiratNya, damai sejahtera akan datang. Kita dapat mengambil nafas Panjang, berdiam diri dan mengetahui bahwa Dia adalah Allah.

. . .

Tuhan, hatiku gelisah. Aku kawatir. Aku tahu Engkau ada di tahtaMu, tetapi aku tidak tahu apa yang Engkau akan lakukan. Bantulah aku untuk percaya dan berikan aku istirahat dalam Engkau.

Bergemberilah karena Tuhan. Mazmur 37:4

Kita menyukai paruh terakhir ayat ini. Paruh pertama juga tidak buruk; hanya saja, kita tidak sepenuhnya paham maksudnya. Bagaimana cara tepatnya untuk kita “bergembira” di dalam Tuhan? Kita melayani-Nya, mengasihi-Nya dan memercayai-Nya. Namun bergembira? Sebagian besar dari kita tidak merasakan kegirangan dan berdebar-debar tentang Allah lebih dari sekali. Itu tidak selalu meupakan kesenangan murni.

Apabila hubungan kita dengan Allah tidak dipenuhi kegembiraan, berarti kita memiliki pandangan yang keliru tentang Dia. Mungkin kita menduga bahwa Dia kecewa karena kita tidak mampu memenuhi standarnya yang tinggi ataupun mungkin kita sebal karena Dia tampaknya tidak menjawab doa yang mati-matian kita panjatkan siang maupun malam.

Bisa jadi, kita menafsirkan ada jarang yang terbentang diantara kita dan Allah sebagai kurangnya kasih atau menganggap firmanNya sebagai sistem doktrin yang suci. Namun, jika kita benar-benar memandangNya sebagai pribadiNya yang sejati  - keindahan wajahnya atau keangungan dan misteri ruang tahtahNya  - kita akan terpesona sepenuhnya akan Dia.

Jika benar-benar memahami kehendak dan kasih-Nya di balik jalan Allah, kita bersyukur tanpa henti. Upah dari bergembira di dalam Tuhan memang luar biasa, namun dalam banyak cara – kegembiraan itu sendiri sudah merupakan upah yang Ia anugerahkan bagi kita.

Jika kita menyingkirkan berbagai penilaian yang keliru dan memohon untuk memandang Allah sebagaimana sejatiNya Dia, Ia akan seutuhnya menawan bayangan kita. seluk- beluk hubungan kita dengan Dia beserta segala kerinduan dan hasratNya merupakan petualangan yang memesona bagi setiap orang yang rindu mengenal Dia dengan lebih dekat.

Tak ada seorangpun yang bisa bosan di hadiratNya. Dia mendorong kita untuk bergembira di dalam-Nya karena Dia layak menjadi sumber kegembiraan kita.

. . .

Tuham hapuskanlah penilaianku yang keliru terhadapMu. Aku ingin memandangMu sebagaimana adanya Engkau. Tawanlah pikiranku, penuhilah batinku dan hatiku dengan kegembiraanMu. Girangkanlah aku dengan sukacita atas pengenalan akan Engkau.

Perdengarkanlah kasih setiaMu kepadaku pada waktu pagi, sebab kepada-Mulah aku percaya. Mazmur 143:8

Bagi banyak diantara kita, setiap pagi merupakan perjuangan. Antara waktu ketika alarm berbunyi dan saat kaki kita memijak lantai, pikiran kita dapat dengan cepat merosot. Daftar aktivitas hari ini serta beragam kendala yang sangat mungkin dihadapi, digabungkan dengan sisa-sisa kelelahan kemarin, semuanya tampak bersekongkol untuk menenggelamkan dan mengalahkan kita. Dengan cepat sikap kita dapat bergeser drastis dari netral ke negative.

Meskipun perjuangan pada pagi hari benar-benar nyata bagi banyak orang, tetapi bukan berarti kita tidak dapat mengatasinya. Kuncinya adalah dengan mengubah kemerosotan itu untuk menjadi momentum naik ke atas dan cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan mengundang Yesus ke dalam percakapan batin kita segera ketika bangun.

Sebelum memikirkan hal-hal yang harus dikerjakan, kendala-kendala yang mungkin dihadapi, masalah yang belum tuntas dari kemarin ataupun apa saja, berbicaralah kepada-Nya – bukan tentang semua itu, melainkan sukacita berada di dekatNya dan bersamaNya. Nikmatilah persekutuan indah itu. berbaringlah dengan diam di hadiratNya.

Ungkapkanlah beberapa kata penyembahan dan ucapan syukur. Dengarkanlah perkataanNya yang penuh kasih sayang dan pemberi dorongan semangat untuk memulai hari bersama Dia. Biarkanlah DIa membentuk suasana batin kita sebelum kita bangun untuk menghadapi dunia luar. Jadikanlah Kristus sebagai prioritas sebelum memulai hari-hari kita.

Apabila kita melakukannya, suasana hari itu dapat sama sekali berbeda. Dan suasana satu hari bisa berdampak lama. Keputusan dibuat dari sudut pandang yang berbeda, hubungan jangka Panjang dikuatkan alih-alih dilemahkan, ide dan inovasi akan lebih mudah diperoleh dan hambatan kehilangan kekuatannya.

Memenangkan perjuangan pagi dari hari ke hari dapat memberi dampak radikal seumur hidup kita. Apapun yang kita hadapi, undanglah Yesus dalam pagi kita. sebelum kaki kita memijak lantai, nikmatilah hadiratNya. Makin cepat kita menjadikan Dia pusat hari-hari kita, makin dalam kita dibentuk di dalam Dia dan Dia di dalam kita.

. . .

Yesus, aku tahu bahwa sikapku perlu diselaraskan dengan sikapMu setiap pagi. Aku mengundangMu untuk melakukannya – memengangku – memenuhiku dengan hadiratMu dan mengubahku. Engkau lebih penting dari masalah apapun yang akan kuhadapi setiap harinya.

Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah. Mazmur 16:11

Dalam Kitab Suci, hadirat Allah menimbulkan tanggapan yang beragam. Beberapa orang menjadi sangat takut ketika berada dalam hadiratNya, yang lain terdiam dalam kekaguman dan beberapa menjadi heran karena mereka baru mengenali-Nya setelah Dia pergi.

Dia kadang muncul dengan awan dan Guntur, di waktu yang lain Dia menunjukkan diriNya secara selektif dan hampir tak kentara. Apapun itu, ada satu respons dalam alkitab yang jarang kita temui dalam perjumpaan dengan Allah; sukacita yang kudus.

Mengapa bisa demikian? Mungkin karena Dia hadir secara mendadak, dan respons pertama atas trauma karena melihatNya dapat berkisar dari panik sampai rasa bersalah, dari takjub sampai menjadi semangat.

Tetapi bagi mereka yang menghabiskan waktu lebih lama dengan Dia – Musa di kemah suci, Daud dalam krisisnya, ataupun para murid dengan Yesus – trauma tersebut lenyap dan hubungan mereka terjalin lebih dalam. Daud memberitahu kita hasilnya dalam Mazmur 16, yakni sukacita.

Bahkan saat ini, banyak orang percaya sangat takut untuk benar-benar dekat dengan Allah. Itu karena mereka belum mengenal siapa diri-Nya. Mereka belum memahami rahmat ataupun kebaikanNya. Mereka tidak tahu bahwa Dia ingin supaya kita mengalami diriNya, kesenangan di dalam-Nya untuk selamanya – salah satu tujuan utama-Nya bagi kita adalah mengalami sukacitaNya.

Tetapi sekarang, Aku datang kepada-Mu dan Aku mengatakan semuanya ini sementara Aku masih ada di dalam dunia, supaya penuhlah sukacita-Ku di dalam diri mereka (Yoh 17:13). Hanya sedikit dari orang percaya yang menyadari bahwa Dia ingin menyenangkan kita dengan kesenangan yang Kudus. Hati yang meluap ketika kita bersama Dia adalah tujuan-Nya.

. . .

Bapa, bantulah aku untuk mengabaikan para pengajar yang lebih menekankan kewajiban untuk melayaniMu daripada sukacita dalam mengenal-Mu. Bantulah aku merengkuh kebenaran bahwa Engkau sangat peduli terhadap sukacitaku dan tunjukkanlah padaku bagaimana untuk mengalami sukacita dalam hadiratMu.

 

Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Mazmur 13:1

Di balik pertanyaan; peryertaan-Nya yang tak kunjung datang, Dia menyembunyikan senyumNya. Syair Himne gubahan William Cowper diatas menggambarkan perasaan kita pada suatu saat tertentu. Ada kalanya Allah memberi kita visi atau janji, menghujaninya dengan hadirat, kesaksian dan peneguhanNya, lalu raib entah kemana. Atau begitulah tampaknya.

Dia melakukannya setelah memberi mimpi kepada Yusuf dan mengurapi Daud. Kedua tokoh ini bisa saja mempertanyakan wahyu Allah sepanjang tahun-tahun Panjang ketika situasi tampak mengejek mereka lalu seakan-akan Dia tidak hadir.

Yusuf meringkuk di penjara selagi merenungkan penglihatannya tentang bagaimana kakak-kakaknya sujud dihadapannya, sedangkan Daud bersembunyi dari Saul di gua-gua sembari merenungkan penglihatan tahta kerajaan. Sepanjang waktu itu “pernyetaan Allah yang tidak kunjung datang” menutup-nutupi perkenan-Nya atas mereka berdua.

Iman adalah bukti dari “segala sesuatu yang tidak kita lihat” menurut Ibrani 11:1. Jika kita dapat melihatnya, tentu kita tidak usah menggunakan iman. Jadi, mengapa kita keheranan saat Allah menuntun kita menelusuri jalan dimana penggenapan janjiNya tidak kelihatan?

Jika Dia berkenan pada iman dan iman merupakan syarat untuk menerima janji, maka bukti dari janji tersebut harus bersembunyi untuk sementara waktu. Situasi harus menentangnya dan kita harus berpengang teguh bahwa perkataan Allah itu benar.

Kita mencari hadirat Allah dalam segala situasi, namun jangan terkejut jika Dia menyembunyikan wajahNya untuk sementara. Kita bisa jadi menjalani ujian yang menertawai iman kita, tetapi Allah tersenyum di balik segala situasi tersebut. Dia senang dengan keteguhan dan ketekunan kita, pada keyakinan sifatNya yang tidak pernah ingkar janji. Jawaban dari pertanyaan pemazmur – “Berapa lama lagi Kausembunyikan wajahMu terhadap aku?” – “bukan untuk selama-lamanya.”

KetidakhadiranNya hanya sementara sifatnya, namun hadiratNya kekal.

. . .

Tuhan, aku tidak ingin lancing, tetapi jika Engkau tidak memberi arahan yang lain, aku memilih untuk berpengang teguh pada apa yang kuyakini telah Kaufirmankan. Apapun juga situasi yang harus kujalani, aku tahu Kau tersenyum padaku.

Aku mau mendengar apa yang hendak difirmankan Allah, Tuhan. Bukankah Ia hendak berbicara tentang damai kepada umatNya. Mazmur 85:8

Ketidakhadiran mungkin membuat hati semakin sayang, tetapi tentunya tidak berbuat banyak dalam sebuah relasi. Untuk semakin dekat dengan Allah. Salah satu cara terbaik untuk melakukannya adalah dengan aktif mendengarkan suaraNya.

Ketika kita tidak mendengarNya berbicara, hati kita semakin dekat kepada Dia. Ketika kita tidak bisa – atau tidak berpikir kita bisa – Dia kelihatannya seperti Allah yang jauh. Karena itulah mendengarkan Dia dengan saksama sangatlah penting. Tetapi beberapa orang Kristen percaya, Dia tidak lagi berbicara walaupun Mazmur 85:8 dan banyak lagi ayat lainnya bersikeras bahwa ada banyak yang ingin Dia sampaikan kepada umat-Nya.

Dan banyak orang percaya Dia, dengan yakin berbicara bahwa mereka tidak dapat mendengarNya atau bahwa jika mereka mendengarNya, mereka tidak dapat membedakan suaraNya dengan suara yang lainnya.

Dalam ketidakhadiran suara yang dapat didengar, mereka berasumsi semua impresi dan dorongan hati diciptakan sama – bahwa semua berasal dari dalam diri. Sementara itu Roh Allah bergerak, menginspirasi, menyoroti ayat, mengatur keadaan, mengirimkan sinyal, memberikan pengetahuan, menggambarkan perumpamaan dan mendorong percakapan yang menunjuk pada kebenaranNya dalam setiap musim kehidupan kita.

Dia membanjiri mata hati kita dengan terang (Efesus 1:18), memberikan Roh hikmat dan wahyu (Ef 1:17), mengingatkan kita akan kebenaranNya yang telah dikatakanNya kepada kita (Yoh 14:26), dan memberitahu kita hal-hal yang akan datang (Yoh 16:13) dan ayat ini memperjelas “Dia berbicara tentang damai kepada umatNya” yang harus kita lakukan adalah belajar mengenali Dia di dalam firmanNya setiap hari.

Bagaiamana kita melakukannya? Tanya. Tanya lagi dan dengarkan Dia dengan saksama. Bahka, area mana saja dimana kita mendengar suara-Nya menjadi area di mana Dia berbicara kepada kita. Dia tidaklah terlalu memaksa atau menghalang-halangi. Jika kita mengejar kemampuan kita mendengar akan Dia – Roh Kudus-Nya akan membantu kita mengembangkan hal ini – seperti yang dikatakan oleh Yesaya “Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid (50:4).

. . .

Tuhan, bantulah aku untuk mendengar. Berbicaralah dalam cara yang dapat aku mengerti. Selaraskan hatiku pada halusnya suara-Mu. Dan tariklah aku dekat melalui apa yang Engkau katakan.

Langit menceritakan kemuliaan Allah….tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi. Mazmur 19:1,3-4

Langit memiliki kisah untuk diceritakan. Jika kita keluar di malam hari dan memandang ke langit, kita akan melihat kesaksian. Mahkluk luar biasa yang tidak terbayangkan telah berfirman dan membuat alam semesta menjadi ada dan terus memegangnya di dalam tangan-Nya.

Bahkan sekarang Dia mempertahankan ledakan gas berapi dalam bintang-bintang yang berates-ratus kali lebih besar dari matahari kita dan lebih jauh dari yang dapat tertangkap oleh teleskop terkuat kita. Dia bergerak di tengah-tengah nebula dan galaksi yang sangat besar. Dahsyatnya penciptaan begitu menakjubkan dan terlebih lagi kemuliaan sang pencipta.

Seorang mungkin berpikir bahwa merenungkan kedahsyatan yang begitu rupa akan membuat Allah Nampak jauh, tetapi yang benar adalah yang sebaliknya. Merenungkan sifat relasionalNya dalam konteks seperti itu merupakan sebuah latihan yang sangat bagus dalam mengalami hadirat Allah.

Untuk mengetahui bahwa Allah dari galaksi yang jauh adalah Allah yang duduk di samping kita sementara kita memandang galaksi tersebut, membuat kedekatan-Nya semakin nyata. Pikirkanlah – ini adalah Allah yang kepada-Nya anda dan saya berdoa. Apakah ada yang terlalu sulit bagi Dia?

Apakah ada masalah diluar jangkauan-Nya? Tidak ada, dan pikiran kita yang terbatas belajar untuk puas ketika kita menyadari sebuah pikiran yang tidak terbatas terlihat dalam kehidupan kita. Kita memahami bahwa jalan-jalan-Nya berada di luar jangkauan kita dan kita baik-baik saja dengan hal itu. Kita memberi diri untuk percaya kepada pribadi ini ketika kita merasakan dahsyatnya keberadaan diri-Nya.

Apakah hari-hari kita dipenuhi oleh hadirat-Nya? Apakah kita sering berjalan-jalan denganNya dan berbicara dengan-Nya? Apakah kita melihat Dia dalam hal-hal yang telah Dia ciptakan? Sadarilah bahwa Allah yang besar ini bersama-sama dengan kita, Dia ada di dalam kita dan kita berada di genggaman-NYA. Dia berada di dalam kita secara pribadi, mandalam dan intim – Dia lebih dekat dari apa yang dapat kita bayangkan.

. . .

Bapa, aku bahkan tidak dapat mulai memahami kebenaran dan kemuliaan-MU. Tetapi siapa yang dapat menangani masalah-masalahku dengan lebih setia? Siapa yang dapat menyentuh Rohku dengan lebih bermakna dan hidup? aku bersyukur bahwa Allah pencipta yang luar bisa peduli akan aku dan setiap detil dalam kehidupanku.

 

Nb; disadur dari buku The One Year Experiencing God’s Presence Devotional oleh Chris Tiegreen

Posting Komentar untuk "6 Bahan Renungan - Saat Teduh Harian Dari Kitab Mazmur (Chris Tiegreen)"